REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengingatkan DPR untuk menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty yang diajukan oleh pemerintah. Menurut Fahri, DPR lebih baik mendorong pemerintah untuk mereformasi sistem hukum dan sistem pajak daripada meloloskan Tax Amnesty yang akan banyak menimbulkan kekacauan.
“Reformasi hukum dan sistem pajak jauh lebih penting dikerjakan daripada meloloskan Tax Amnesty. Kalau sistem hukum kita baik, maka uang halal uang bersih akan datang ke kita. Kalau Tax Amnesty justru mengundang uang-uang haram dari money laundering, pengelapan pajak dan lain-lain itu yang akan masuk. Makanya kerjakan saja dulu reformasi sistem pajak dan hukum,” ujar Fahri dalam Forum Discusion Group di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/4).
Reformasi pajak, kata Fahri, bisa dilakukan agar kecurangan pajak bisa dihilangkan, piutang pajak bisa tertagih, dan agar intensifikasi pajak bisa dilakukan. Saat ini, banyak sekali piutang pajak yang tidak tertagih, kecurangan pembayaran pajak dengan berbagai modus operandi, dan masih banyak sekali objek pajak yang sama sekali belum membayar pajak.
Menurut Fahri, sistem pajak harus dibenahi, mulai dari NPWP, jumlah hakim pajak yang hanya 49 orang untuk menangani ribuan triliun rupiah pajak, sampai pengadilan pajak yang cuma ada di Jakarta, Yogyakata, dan Surabaya.
“Semua harus ditata ulang dan yang paling penting adalah database,” katanya.
Fahri melanjutkan, banyak perusahaan yang tidak memiliki NPWP. Perusahaan yang memiliki NPWP pun belum tentu membayar pajak. Perusahaan yang membayar pajak juga belum tentu benar membayarnya. “Belum lagi banyak jenis usaha baru yang belum dikenakan pajak,” ujarnya.
Fahri menyadari, negara saat ini sedang membutuhkan tambahan pemasukan untuk menutupi kekurangan pendapatan karena kurangnya ekpors komuditas dan harga komoditas yang sedang turun. Namun demikian, caranya bukan dengan tax amnesty. Untuk itu, memerlukan kecerdasan dan ketekunan pemerintah dalam mengejar pajak lainnya.
Dia pun mengingatkan para anggota DPR untuk terbuka membahas masalah tax amnesty karena hal itu adalah persoalan serius yang membutuhkan ruang perdebatan. Fahri juga meminta Presiden Joko Widodo untuk membuka data orang-orang yang melarikan uangnya ke luar negeri.
“Ini semua harus dibuka, jangan lakukan lobi-lobi di bawah meja. DPR tidak boleh diam dan saya juga ingatkan Presiden Jokowi untuk tidak menjadi presiden pertama yang merusakkan Indonesia dengan menyetujui tax amnesty karena mengizinkan masuknya uang haram,” ucap Fahri.