Kamis 21 Apr 2016 13:58 WIB
Hari Kartini

Kisah Abex Capai Himalaya, 'Makkah' nya Para Pendaki Gunung

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andi Nur Aminah
Alfira Naftaly Pangalila di Puncak Himalaya
Foto: Istimewa
Alfira Naftaly Pangalila di Puncak Himalaya

REPUBLIKA.CO.ID, Hobi pendakian inilah yang membuat Alfira Naftaly Pangalila sangat bersyukur akhirnya bisa ke dataran tinggi Himalaya di Nepal. Ia mengakui sudah tiga kali ke wilayah tertinggi di dunia itu. Pertama kali ia mengikuti pendakian ke Himalaya pada 2013 di Yala Peak saat itu.

"Saya cukup bahagia, karena saya wanita Indonesia pertama yang sampai di Yala Peak. Karena Yala Peak itu berada di ketinggian 5.700 meter di atas permukaan laut. Lokasi ini berada di Langtang, Nepal tempat di mana kemarin pada saat gempa Nepal, dikabarkan tiga orang pendaki asal Indonesia meninggal dunia," ungkap dia kepada Republika.co.id, Rabu (20/4).

Kesempatan keduanya menginjakkan kaki di Himalaya, pada 2014 di Everest basecamp yang berada di ketinggian 5.364 meter di atas permukaan laut. Walaupun di Everest basecamp mungkin tidak seistimewa pendakian Puncak Everest, karena terlalu mainstream.

Tapi, menurut perempuan yang akrab disapa Abex ini, ada banyak cerita perjalanan yang luar biasa baginya bisa sampai ke tempat itu. Perjalanannya ke Himalaya baru saja dirampungkannya November 2015 lalu. Sampai di Everest Basecamp, namun ia memilih jalur Kala Patthar Peak yang berada di 5.644 meter di atas permukaan laut. Walaupun ia tidak sampai pada puncak Everest, tapi bagi perempuan 30-an tahun ini capaian di Puncak Kala Patthar merupakan kebahagian tersendiri. "Ini menjadi cerita lain dari perjalanan saya ke Himalaya," ujar dia.

Abex mengakui dulu hanya sebatas mimpi menginjakkan kaki di atap dunia ini. Namun akhirnya impian itu terwujud bahkan hingga tiga kali. Bagi Abex, Himalaya ibarat perjalanan ke 'Makkah' nya para pendaki gunung. Walau ia belum sampai ke 'ka'bah'nya, yaitu Puncak Everest.

(Baca Juga: Alfira Naftaly Pangalila, Kartini Muda Pendaki Gunung Himalaya)

 

Dari situlah ia selalu merasa bangga menjadi bagian dari wanita Indonesia pendaki Himalaya. Anggapan yang dulu bisa jadi dilihat tidak mungkin oleh banyak orang di Tanah Air. Dia pun mengakui dulu seringkali disindir dengan kalimat, "cewek ngapain naik-naik gunung segala. Namun baginya, itu sudah biasa.

Abex ingin menekankan naik gunung itu bukan hanya soal fisik, tapi mental dan semangat yang jauh lebih berperan. Inilah yang kemudian ingin ia membuktikan. "Jangan pernah meremehkan orang lain termasuk wanita. Sebab tidak ada yang tahu, kemampuan orang yang diremehkan itu. Bisa jadi mereka telah mencapai sesuatu lebih dari kita, atau lebih memiliki kemampuan lebih dibandingkan kita," katanya.

Seorang wanita pun, menurut dia, bisa melakukan apa yang pria lakukan. Bukan berarti menyamaratakan kodrat wanita dengan laki-laki. Tapi disini ia membuktikan, orang tidak bisa melihat wanita itu sebagai sosok yang lemah. "Banyak laki-laki yang tidak mengerti, sebenarnya wanita memiliki kekuatan mental yang jauh lebih kuat. Orang beranggapan wanita itu rapuh, tapi wanita itu memiliki ketegaran yang orang lain tidak pernah tahu. Contohnya melahirkan, belum tentu laki-laki kuat menahan itu," ujarnya.

Seorang wanita hebat pun bagi dia tidak perlu sombong dan membanggakan diri. Mendaki gunung tertinggi, membawa carrier yang berat serta berjalan hingga jauh, bukanlah hal yang pantas membuat orang pongah. "Bukan itu. Tapi seorang wanita yang hebat adalah ketika ia masih bisa bertahan dan mengakui serta mensyukuri kodratnya sebagai wanita," ujarnya. Amri Amrullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement