Selasa 19 Apr 2016 11:43 WIB

Penyediaan Rusunawa Dinilai Bukan Solusi Penggusuran

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Ilham
Warga Pasar Ikan, Luar Batang, Jakarta Utara memindahkan barang-barangnya di Rusunawa Rawa Bebek, Cakung, Jakarta Timur, Ahad (10/4). (Republika/Yasin Habibi)
Warga Pasar Ikan, Luar Batang, Jakarta Utara memindahkan barang-barangnya di Rusunawa Rawa Bebek, Cakung, Jakarta Timur, Ahad (10/4). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Relokasi para korban penggusuran ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa) tidak membuat masalah mereka terselesaikan. Warga justru akan semakin kesulitan mencari nafkah.

Sosiolog Musni Umar mengatakan, solusi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memindahkan warga ke rusunawa tidak tepat. Ketika mereka ditampung di rumah susunawa, rata-rata yang tinggal di sana adalah warga kurang mampu yang daya belinya rendah.

Pemprov kerap membandingkan penggusuran saat ini dengan masa lalu. Dahulu, warga yang digusur tidak disediakan rusunawa, hanya uang kerohiman semata. Sekarang Pemrov DKI menyediakan rusunawa, namun warga harus tetap membayar sewa.

Saat ini, Pemprov disebut-sebut akan memberikan modal dagang pada warga korban penggusuran sekitar Rp 5 - 10 juta. Sayangnya, lagi-lagi ini bukan solusi. "Kalau mereka berdagang, siapa yang beli? Tempat mereka juga terisolir dari keramaian. Ini juga masalah yang dihadapi," kata Musni saat dihubungi Republika.co.id, baru-baru ini.

Wakil Rektor I Universitas Ibnu Chaldun ini mengusulkan, warga yang digusur dari Pasar Ikan atau Kampung Akuarium agar dibangunkan apartemen sederhana di bekas tempat tinggal mereka. Dia yakin pembangunan itu tidak memakan tempat.

Lokasi di dekat tempat mereka tinggal dulu sangat diperlukan karena dekat dengan tempat mencari nafkah (melaut). Musni menyebut, kalau mereka dipindahkan ke rusunawa di Marunda atau Rawa Bebek, lokasinya terlalu jauh. Mereka harus menggunakan tiga kali transportasi.

"Darimana mereka memperoleh uang untuk ongkos sementara pendapatan mereka tidak tetap," ujarnya.

Menurut dia, kompleksitas ini yang dihadapi rakyat jelata dan tidak nyambung dengan pemerintah. Kebijakan Pemprov hanya sebatas melihat bagaimana menyediakan rusunawa padahal itu saja tidak cukup.

"Bagi warga itu bukan solusi karena jauh dari tempat mereka bekerja dan harus membayar sewa. Wajar saja mereka banyak yang menolak tinggal di rusunawa dan memilik menjadi manusia perahu," kata Musni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement