Ahad 17 Apr 2016 17:58 WIB

Pendukung PKS dan Gerindra tak Puas dengan Kemampuan Jokowi

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ilham
Jokowi
Foto: setkab.go.id
Jokowi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei 'Tingkat keyakinan dan kepuasan warga terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)' pada kuatral pertama 2016. Sejumlah sisi diambil untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Presiden Jokowi, salah satunya, massa pemilih partai.

Berdasarkan hasil survei SMRC, massa pendukung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) (72 persen) dan Partai Gerindra (54 persen), merupakan yang paling tidak puas dengan kinerja dan keyakinan atas kemampuan pemerintahan Presiden Jokowi.

"Dari sisi partai politik, tingkat kepuasan kinerja Jokowi tersebar di semua massa pendukung, kecuali PKS, Gerindra," kata Direktur Eksekutif SMRC, Djayadi Hanan di Jakarta, Ahad (17/4).

Kemudian, ia mejelaskan, tingkat kepuasan Partai Demokrat atas pemerintahan Presiden Jokowi terbelah dua, masing-masing 50 persen. Menurutnya, sikap massa partai tersebut sejalan dengan dukungan parpol terhadap presiden saat ini.

Menurut Djayadi, hasil survei tersebut juga membuktikan, upaya Presiden Jokowi untuk mengkonsolidasikan dukungan parpol direspon positif oleh publik.

Sementara itu, pengamat politik Australian National University Marcus Mietzner menilai, saat ini kestabilan politik di Indonesia cukup bagus. Namun, ia berpendapat, banyaknya parpol yang bergabung dengan pemerintahan Presiden Jokowi, tidak sejalan dengan sejumlah janji yang pernah diucapkan.

Jokowi berjanji pemerintahannya tidak akan tergantung dengan partai politik, oligarki, dan kepentingan elit. Janji tersebut, kata Mietzner, dilupakan Presiden Jokowi. Sehingga saat ini pemerintahan Jokowi mirip dengan kabinet mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

"Kabinetnya Jokowi sekarang mirip SBY, yang tenang dan stabil," ujarnya.

Mietzner mengingatkan, politik model seperti itu tidak sejalan dengan fungsi demokrasi yang sebenarnya. Ia menegaskan, berdasarkan ilmu politik, pemerintahan yang ditekan konflik, sangat penting agar demokrasi tetap berfungsi dengan baik.

"Oposisi ke mana sekarang? Kalau tidak ada konflik, ini bahaya untuk Jokowi, terutama saat masuk ke pemilu 2019," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement