Rabu 13 Apr 2016 15:07 WIB

Cabuli Empat Santri, Pengasuh Pondok Ditangkap Polisi

Rep: Christiyaningsih/ Red: Achmad Syalaby
Pencabulan (ilustrasi)
Foto: bhasafm.com
Pencabulan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Warga Desa Pagedangan Kabupaten Malang geger. Akhir Maret lalu mereka dikejutkan adanya penangkapan seorang pengasuh sebuah pondok pesantren sekaligus panti asuhan yang berada di desa tersebut. Pria berinisial CH dijemput oleh Kepala Desa dan warga untuk digiring ke Polres Malang.

Ibarat pagar makan tanaman, CH yang dianggap sebagai guru dan tokoh panutan di Pagedangan ternyata melakukan pelecehan seksual terhadap santri-santrinya. Yang lebih mengejutkan lagi, tindakan asusila tersebut sudah berlangsung selama bertahun-tahun terhadap empat santri perempuan. Kasus ini terkuak setelah seorang korban kabur dari ponpes karena sudah tidak tahan dengan perlakuan CH.

Seorang korban berinisial I (15 tahun) menceritakan ia dan kawan-kawannya yang menjadi korban CH selama ini diancam agar tidak menceritakan kejadian ini kepada siapapun. "Ada yang diminta bersumpah di atas Alquran dan ada yang disuruh menandatangani pernyataan di atas materai," jelas I saat ditemui di rumahnya, Malang, Jatim, Selasa (12/4).

I mengaku dicabuli CH sejak duduk di kelas 2 SMP hingga 2015. Modusnya, korban diminta membawakan barang ke ruang CH. Di dalam ruang CH yang sepi, aksi pencabulan itu dilakukan. Para korban rata-rata berusia 15-18 tahun. Tindakan paling parah, CH merekam aksi memalukan itu melalui video di handphonenya.

Meski kasak-kusuk mengenai perbuatan bejatnya sudah beredar di lingkungan masyarakat namun tidak ada satu pun warga yang berani melaporkan. Pasalnya CH adalah orang berpengaruh di desa itu dan kerabatnya adalah para perangkat desa.

Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Malang Iptu Sutiyo menerangkan kepolisian telah mengumpulkan bukti-bukti berdasarkan keterangan pelaku dan para korban. "Keterangan mereka sudah ada kesesuaian," jelasnya pada Rabu (13/4). Bukti-bukti yang terkumpul telah memenuhi pasal 184 KUHAP tentang barang bukti. Fakta ini sudah cukup untuk menjerat CH dengan Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Malang Hikmah Bafakih mengungkapkan kasus yang dilakukan CH menambah panjang daftar pelecehan seksual pada anak di Kabupaten Malang. Dalam catatan P2TP2A Malang, tiap tahun rata-rata terjadi 300-350 kasus pelecehan atau kekerasan yang melibatkan anak dan perempuan.

Dari jumlah itu, sekitar 150-180 berada di bawah penanganan P2TP2A Malang. Sebesar 60 persennya adalah kekerasan seksual dengan korban anak-anak. Ironisnya pelaku kekerasan seksual pada anak-anak didominasi oleh orang-orang terdekat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement