Rabu 13 Apr 2016 14:38 WIB
Reklamasi Teluk Jakarta

Walhi: Pemerintah Pusat Jangan Kalah dengan Arogansi Pemprov DKI

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bayu Hermawan
Foto udara pembangunan reklamasi pulau C dan D di Pantai Indah Kapuk, Jakarta, Rabu (6/4).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Foto udara pembangunan reklamasi pulau C dan D di Pantai Indah Kapuk, Jakarta, Rabu (6/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo dinilai perlu turun tangan untuk menyelesaikan masalah proyek reklamasi di pantai utara Jakarta. Sebab, proyek tersebut berada di wilayah strategis nasional dan menyangkut tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Puput TD Putra mengatakan, proyek reklamasi lebih banyak mendatangkan dampak negatif sehingga pemerintah pusat harus segera turun tangan.

"Jangan kalah dengan arogansi daerah. Pusat harus berani mengambil sikap. Masa pusat didikte sama daerah?" ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (13/4).

Sudah banyak pihak yang menyampaikan kritik mengenai proyek tersebut. Beberapa kementerian, praktisi, pemerhati, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga mahasiswa menilai reklamasi sarat dengan kepentingan.

"Reklamasi berdampak pada sosial, ekonomi, dan lingkungan. Tidak banyak manfaatnya," katanya.

Menurut dia, ada pemaksaan kehendak dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait reklamasi ini. Puput mempertanyakan alasan proyek reklamasi terus dilanjutkan padahal para tersangka sudah tertangkap, mulai dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja hingga Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi. Proyek reklamasi dinilainya cacat regulasi dan tidak memiliki kajian lingkungan yang baik.

"Kalau diteruskan, sama saja pemerintah memiskinkan warganya secara terstruktur," ucapnya.

Reklamasi membuat masyarakat setempat yang notabene kebanyakan nelayan kesulitan mencari ikan. Alhasil kemampuan ekonomi mereka akan melemah. Reklamasi juga membuat masyarakat terpaksa kehilangan tempat tinggal karena adanya penggusuran. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement