REPUBLIKA.CO.ID, WATAMPONE -- Padi Sidenuk (aplikasi dedikasi nuklir) yang dikembangkan Kemenristekdikti bersama Badan Tenaga Nuklir (Batan) dan sejumlah perguruan tinggi, mampu tumbuh di tanah yang kurang subur. Pola tanam padi Sidenuk tersebut menggunakan sistem Ipat-BO (Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Organik) dengan pupuk ABG (Amazing By Grow).
"Kondisi tanah di sini tak produktif karena bekas pabrik batu bata," kata koordinator kelompok tani Poleonro Ipat-BO Ristek, Andi Fatwa Patajangi saat Panen Perdana Padi Sidenuk dengan Teknologi Ipat-BO di Dusun Saugeng, Desa Mattampa Walie, Kecamatan Mare, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Sabtu (9/4).
Biasanya, ia menjelaskan, para petani hanya memanen sekira satu hingga dua ton per hektar (ha). Namun, dengan benih Sidenuk, hasil yang didapat lebih banyak, yakni tujuh hingga delapan ton per hektar. Pun masa tanam benih Sidenuk lebih pendek dari yang biasanya, yakni 109 hari.
Selain itu, Andi berujar, padi Sidenuk mempunyai batang yang lebih kokoh daripada yang biasanya. "Kalau angin kencang, padinya tak lemas," jelasnya.
Ia mengatakan, kelompok tani diberikan benih Sidenuk dengan pendampingan dan penyuluhan. Sebab, sistem tanam padi Sidenuk berbeda dengan cara tradisional.
Ia mengaku tidak menemui kendala berarti dalam bertani Sidenuk. Pascapanen perdana padi Sidenuk, Andi dan kelompok taninya siap jia diminta menjadi penyuluh kelompok tani lainnya.
"Dari kelompok tani, kita lakukan. Kalau mau ada perluasan (lahan) kita ingin dilibatkan," tuturnya.