REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto menilai ada kepentingan eksekutif 'bermain' dalam kasus dugaan suap pembahasan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta. Hal ini lantaran kasus suap yang melibatkan Ketua Komisi D DPRD M Sanusi dan pihak PT Agung Podomoro Land tersebut bertujuan menggoalkan Raperda tentang zonasi Reklamasi Teluk Jakarta.
"Eksekutif menurut logika saya, ada kepentingannya terlibat di situ," kata Prijanto dalam diskusi bertajuk 'Reklamasi Penuh Duri' di Cikini, Jakarta, Sabtu (9/4).
Wagub era periode Fauzi Bowo (Foke) itu beralasan, ada tiga kepentingan yang terlibat dalam pembahasan Raperda tersebut yakni Eksekutif, Legislatif dan pihak pengembang.
Kepentingan eksekutif dalam hal ini Pemprov DKI menurut Prijanto, lantaran sudah ada izin reklamasi yang dikeluarkan kepada pengembang di salah satu dari 17 pulau reklamasi. Namun izin itu terkendala, lantaran belum ada payung hukum mengenai zonasi reklamasi.
"Maka perlu payung hukum, politik terjadi antara eksekutif dan legislatif, gubernur mau memaksakan masalah izin masuk di Raperda Tata Ruang tapi legislatif tidak mau orang judulnya tata ruang kok masuknya izin-izin. logika saya, ada kepentingan juga terlibat di situ," katanya.
Ia mengatakan, dalam dugaan kasus suap ini juga mengemuka tarik ulur kewajiban pengembang dalam hal memberikan kontribusi kepada Pemprov DKI sebesar 15 persen, yang diminta penurunan menjadi lima persen.
Baca juga, Prijanto Beberkan Keterkaitan Ahok, Sunny dan Podomoro.
Selain itu, ia juga menilai keterlibatan eksekutif dalam kasus ini tampak dari permintaan pihak Pemprov kepada swasta untuk proaktif dalam suatu rapat pembahasan reklamasi yang dihadiri pihak PT APL. Ia sendiri tidak merinci dengan jelas pertemuan tersebut, namun memiliki bukti rekaman intruksi proaktif tersebut.
"Di rapat ini ada sesuatu instruksi yang abu-abu, tolong dong pengembang proaktif, itu berarti di dalam konteks permasalahan hubungan antara eksekutif, swasta dan legislaif ada korelasi," katanya.
Meski begitu, Prijanto mengatakan untuk menjelaskan keterkaitan eksekutif dalam kasus ini tentu harus menunggu penegak hukum dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Cuma memang kita harus sabar dulu dengan KPK, biar KPK yang usut tuntas ini," ujarnya.
Adapun kasus suap ini bermula pascaoperasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Kamis (31/4) lalu. KPK juga telah menetapkan 3 orang sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohammad Sanusi, Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro, dan Presiden Direktur PT APL Ariesman Widjaja.