REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi DKI Jakarta, Heru Budi Hartono selesai menjalani pemeriksaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Calon Wakil Gubernur DKI pilihan Ahok tersebut keluar Gedung KPK setelah diperiksa empat jam lebih sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pembahasan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta.
Kepada wartawan, Heru mengaku dimintai keterangan penyidik sekitar lima-enam pertanyaan. "5-6 pertanyaan lah, tapi sebatas tugas-tugas saya di BPKAD," kata Heru sesaat sebelum meninggalkan Gedung KPK, Kamis (7/4).
Ia mengatakan, pertanyaan penyidik kepada dirinya terkait kebijakan hak pengelolaan lahan (HPL) Pemerintah DKI, dan tidak berkaitan langsung dengan proses kebijakan reklamasi.
"Nggak, nggak, nggak (soal reklamasi) tadi nggak ditanya terkait itu. Terkait kebijakan-kebijakan mengenai status tanah HPL dan prosesnya gimana," katanya.
Dalam keterangannya kepada penyidik ia juga menjelaskan terkait tahap pengelolaan lahan dan bagaimana prosesnya. "Jadi tahap pengelolaan lahan, nanti kalau udah jadi, nanti menjadi hak HPL atas nama Pemda, di atas HPL baru boleh bangun lagi," katanya.
Diketahui, hari ini KPK memeriksa sejumlah pihak dari Pemprov DKI. Selain memeriksa Heru, KPK juga memeriksa Kepala Bappeda DKI Jakarta, Tuti Kusumawati dan beberapa saksi lain bagi tersangka Ariesman Widjaja yang merupakan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land.
Mereka yakni Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil, Sudirman Saad, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda Provinsi DKI Jakarta Gamal Sinurat, Budi Nurwono (swasta), dan Hardy Halim (swasta).
Kasus suap bermula pasca-operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Kamis (31/4) lalu. KPK juga telah menetapkan tiga tersangka, yakni Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohammad Sanusi, Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro, dan Presiden Direktur PT APL Ariesman Widjaja.
Sanusi diduga menerima suap sebesar Rp 2 miliar dari PT APL terkait dengan pembahasan Raperda yang sudah tiga kali ditunda dalam pembahasan rapat paripurna tersebut.
Adapun selaku penerima suap, Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan Ariesman dan Trinanda selaku pemberi dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.