REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melakukan pemecatan terhadap Fahri Hamzah. Secara resmi, hal ini diumumkan dalam Surat Keputusan Nomor 463/SKEP/DPP-PKS/1437 tertanggal 1 April lalu.
Dalam pernyataan di laman resminya, PKS mengungkapkan 31 poin kronologis alasan Fahri dijatuhi sanksi pemecatan dari keanggotaan partai. Salah satunya adalah ia tidak mengindahkan arahan pimpinan partai Islam tersebut, yang berupaya untuk memperbaiki citra PKS di mata publik.
Fahri dinilai tidak menjaga dengan baik kedisplinan dan kesantunan setiap kali menyampaikan pendapat ke publik. Padahal, posisinya sebagai Wakil Ketua DPR RI menjadi sorotan banyak orang.
Menanggapi hal ini, Peneliti senior dari Pusat Penelitian Poliyik LIPI, Siti Zuhro mengatakan, masalah pergantian kader dalam suatu partai merupakan masalah internal. Sebenanrnya, publik tidak perlu dilibatkan dalam hal ini karena masing-masing partai telah memiliki aturan tersendiri terkait hal itu.
"Urusan internal parpol, termasuk masalah pergantian pimpinan dan kader adalah masalah domestik, yang tidak perlu melibatkan publik," ujar Siti kepada Republika.co.id, Selasa (5/4).
Siti menuturkan, setiap partai harus bertanggung jawab terhadap perputaran jabatan untuk kader-kadernya. Dalam hal ini termasuk seperti masalah pemecatan Fahri.
Satu yang menjadi permasalahan dalam pemecatan Fahri adalah ia tidak mendapatkan alasan yang jelas mengapa dirinya diberhentikan dari keanggotaan PKS. Karena itu, ia tidak menerima keputusan tersebut dan membuat heboh banyak orang dengan pernyataan-pernyataan yang diungkapkan pada publik, salah satunya melalui jejaring sosial Twitter.
"Kalau perputaran jabatan untuk kader-kader dalam partai dilakukan secara transparan dan akuntabel, pastinya tak akan menimbulkan resistensi seperti ini," jelas Siti.
Baca juga, Ini Pernyataan KAMMI Pusat atas Pemecatan Fahri Hamzah.