REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Muradi menilai PKS hendak menciptakan kemasan baru. Jilid baru yang dimaksud yakni partai yang lebih lembut dan Islami. Warna partai pun hendak berubah dari menggebu-gebu menjadi lebih santun. Sebab itu, mereka memilih untuk memecat Fahri Hamzah dari partai karena ia merepresentasikan wajah lama partai.
"Karena Fahri tidak sejalan dengan citra baru yang hendak diusung PKS, maka salah satu cara yang dilakukan yakni ditegur. Namun teguran itu tidak diindahkan dan berlarut-larut sehingga pemberhentian Fahri menjadi langkah terakhir," ujarnya, Selasa (5/4).
Fahri termasuk kader PKS yang kritis dan vokal menyampaikan aspirasinya. Namun, kata Muradi, sikap kritis bisa ditampilkan dalam banyak hal. Tidak harus melakukan berbagai cara yang malah menimbulkan antiskeptis bagi publik. Menurut dia, Fahri seolah menjadi ganjalan bagi PKS dan harus dihilangkan. Berat bagi PKS untuk mempertahankan Fahri.
"Fahri cenderung one man show dan lebih nyaman dengan Fadli Zon dan Setya Novanto yang dianggap punya warna karakter kuat," katnya.
Muradi mengatakan usai dipecat dari PKS, bukan tidak mungkin Fahri pindah ke partai lain seperti Gerindra atau Golkar.
"Indikasinya adalah dia dekat dengan Fadli Zon dan Setnov. Tapi kalau melihat karakter dan keterbukaannya, mungkin akan lebih ke Gerindra," kata dia.
(Baca juga: Fahri Anggap PKS Berkonspirasi)