REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Postmoderenisasi dan globalisasi telah menggeser kebudayaan lokal ke pinggiran dan ke pojok-pojok memori kolektif masyarakat. Karena itu, diperlukan perhatian semua lapisan masyarakat untuk bersama melestarikan dan mengangkat kembali budaya lokal.
Perhatian terhadap budaya lokal mendorong mahasiswa program studi Public Relations Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Universitas BSI menyelenggarakan Simposium Komunikasi 2016. Acara yang bertemakan "Ngabibingah Urang Sunda" diisi dengan serangkaian acara yang dikemas dalam budaya Sunda yakni Mulas Lumpat (Color Run), Ngariung Bareng (Talk Show Budaya Sunda Kiwari di era Postmoderen) dan Puncak Raraga.
Siaran pers Universitas BSI Bandung, Senin (4/4) menyebutkan, simposium Komunikasi merupakan serangkaian acara Dies Natalis BSI ke-28 yang akan dilaksanakan di kampus Universitas BSI Jalan Sekolah Internasional No. 1-6, Antapani, Bandung pada Ahad, 8 Mei 2016. Target peserta adalah para mahasiswa dan siswa dari universitas atau sekolah di Bandung, maupun masyarakat umum khususnya warga Bandung.
“Ngariung Bareng” akan dihadiri oleh Walikota Bandung M Ridwan Kamil ST MUD yang akan membahas mengenai upaya kebangkitan kebudayaan Sunda antara konsep dan realita. Pembicara selanjutnya seorang pakar komunikasi budaya Universitas Padjadjaran Dr Susanne Dida MM. yang akan membahas tentang ‘Pembentukan Karakter Manusia Berbudaya di Tengah Peradaban Postmoderen’.
Ada pula pembicara dari tokoh Paguyuban Pasundan Bandung yang akan mengupas mengenai sejarah dan dinamika budaya Sunda. Turut serta dalam memeriahkan kegiatan puncak Simposium Komunikasi yaitu Puncak Raraga, yang akan menampilkan persembahan angklung, musik karinding dan tarian tradisional.
Kegiatan selanjutnya adalah “Mulas Lumpat” yang terkenal dengan nama “Color Run”. Pada kegiatan ini dibuat konsep yang berbeda dari aslinya yaitu budaya India yang diadopsi kembali ‘budaya barat’ dengan atribut khasnya yaitu Holy Powder (serbuk warna-warni).
Namun, “Color Run” versi Mulas Lumpat mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas BSI akan tampil berbeda dengan menggunakan konsep budaya Sunda. Setiap peserta tidak hanya ditaburi serbuk warna-warni akan tetapi juga mengenakan atribut budaya Sunda seperti ikat kepala.
Semua kegiatan tersebut dikemas dalam unsur budaya Sunda. Hal itu mengisyaratkan bahwa meskipun postmoderenisasi, globalisasi dan budaya Sunda di ambang kepunahan, tetapi budaya Sunda harus tetap ada dan tidak dapat hilang begitu saja.