Jumat 01 Apr 2016 08:41 WIB

Pemerintah Belum Tegas Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Bilal Ramadhan
Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan menuntut penyelesaian tujuh berkas kasus pelanggaran HAM berat yang menumpuk di Kejaksaan Agung dalam unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan menuntut penyelesaian tujuh berkas kasus pelanggaran HAM berat yang menumpuk di Kejaksaan Agung dalam unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus menggodok mekanisme terkait penyelesaian sejumlah kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang terjadi pada masa lalu.

Kepala Setara Institute, Hendardi mengatakan upaya pemerintah tersebut dianggap belum optimal. Bahkan, pemerintah dianggap belum memiliki sikap dan posisi yang jelas terkait rencana tersebut. Menurutnya, pernyataan Kepala Kantor Staff Kepresidenan (KSP), Teten Masduki, menyiratkan dugaan tersebut.

''Meskipun masih bimbang, argumentasi menunjukan seolah urusan penyelesaian pelanggaran HAM bukanlah hal utama yang menjadi prioritas Presiden Joko Widodo. Teten mengumpamakan jika perut kenyang, maka urusan akan selesai. Sementara jika perut lapar, maka kekacauan akan terjadi,'' ujar Hendardi dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id.

Dengan argumentasi tersebut, lanjut Hendardi, maka atas nama menciptakan kesejahteraan, kemudian urusan HAM masa lalu dinegasikan. ''Sudah dua tahun kepemimpinan Jokowi, sebenarnya cukup untuk mengambil sikap terkait isu HAM masa lalu,'' tuturnya.

Hingga saat ini, Hendardi menilai, mulai ada timbul ketidakpercayaan di tengah-tengah publik terkait skema dan mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu yang tengah dirancang pemerintah.

Skema yang diusung pemerintah, melalui Menkopolhukam dan Jaksa Agung, dengan membentu tim gabungan unsur-unsur negara, lanjut Hendardi, bukanlah sebuah solusi. Pasalnya, institusi negara itu sebenarnya bagian dari masalah tersebut.

Untuk itu, Hendardi pun menyarankan, Presiden Joko Widodo membentuk Komisi Kepresidenan Pengungkapan dan Pemulihan Korban. ''Nantinya komisi tersebut diisi orang-orang yang kredibel, berintegritas, dan teruji pada pembelaan HAM. Komisi ini merupakan jawaban atas kebuntuan penyidikan atas kasus pelanggaran HAM,'' katanya.

Sebelumnya, Kepala Kantor Staff Kepresidenan Teten Masduki mengungkapkan, pemerintah masih terus mencari format penyelesaian kasus pelanggaran HAM tersebut. Kendati begitu, Teten mengakui, pemerintah memang tengah fokus untuk memperbaiki ekonomi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement