REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Wakil Ketua Komisi V DPRD Nusa Tenggara Barat HMS Kasdiono meminta para peserta Ujian Nasional 2016 tidak terjebak dengan kunci jawaban yang beredar di media sosial saat ini.
"Kami harap ini tidak terjadi karena yang rugi nanti adalah siswa sendiri," kata Kasdiono di Mataram, Kamis (31/3).
Menurut Kasdiono, meski Ujian Nasional tidak lagi dijadikan tolok ukur dalam menentukan kelulusan siswa, namun para siswa diharapkan dapat mengerjakan setiap soal dengan baik. Tanpa harus terpengaruh dan terjebak dengan kunci jawaban yang beredar di media sosial (Medsos).
"Percaya kepada kemampuan diri masing-masing dan jangan terpengaruh pada sesuatu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya," ujarnya.
Selain itu, politisi dari Partai Demokrat ini, meminta Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga agar memperhatikan kualitas kelulusan para siswa daripada harus mengejar kuantitas kelulusan.
Dia menuturkan, selama ini pemerintah daerah tidak pernah berpikir, bagaimana para siswa dalam pelaksanaan UN lebih cenderung meningkatkan kuantitas kelulusan. Tetapi melupakan kualitas kelulusan.
"Sudah saatnya kita tidak lagi berbicara bagaimana mengejar jumlah kelulusan. Tetapi, bagaimana kita bisa meningkatkan kualitas kelulusan siswa yang mengikuti UN, sehingga kedepan bisa diterima di Perguruan Tinggi Negeri ataupun dunia kerja," kata Kasdiono.
Jumlah siswa yang akan mengikuti UN di NTB berjumlah 16.808 orang pelajar. Para siswa ini akan mengikuti UN Berbasis Komputer (UNBK) mulai 4 April 2016.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dikpora) NTB H Rosyadi Sayuti, menyebutkan, sebanyak 16.808 pelajar peserta UNBK itu tersebar di 18 SMA negeri sebanyak 4.018 siswa, 35 SMK negeri 7.991 siswa dan tujuh madrasah aliyah negeri yang berada di bawah naungan Kementerian Agama dengan jumlah siswa 1.309 orang.
Sementara peserta UNBK jenjang pendidikan dasar sebanyak 3.490 siswa, dengan rincian SMP 2.854 yang tersebar di 16 sekolah dan 636 siswa di madrasah tsanawiyah (Mts).
Kata Rosyadi, setiap sekolah penyelenggara rata-rata menyiapkan perangkat komputer sebanyak 36 unit untuk satu kelas rombongan peserta ujian, sehingga pelaksanaan ujian dilakukan secara bergantian. Satu ruang ujian diawasi oleh dua orang guru yang berasal dari sekolah lain dibantu satu petugas yang menjadi operator komputer.
"Pengawasan silang penuh tersebut dilakukan untuk mencegah tindak kecurangan yang bisa terjadi," tegas Rosyadi Sayuti.