Ahad 27 Mar 2016 15:28 WIB

Usaha Penyediaan Air Minum Taat Perintah MK

Rep: sonia fitri/ Red: Muhammad Subarkah
Petugas mengisi air ke dalam truk tangki air minum di tempat pengisian air di Cendono, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (23/3).
Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Petugas mengisi air ke dalam truk tangki air minum di tempat pengisian air di Cendono, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (23/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah menegaskan penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) tetap mengacu pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Keputusan tersebut tepatnya bernomor 85 Tahun 2013 yang mencabut Undang-undang 7/2004 tentang Sumber Daya Air dan memberlakukan kembali UU 11/1974 tentang Pengairan.

Direktur Pengembangan SPAM Direktorat Jenderal Cipta Karya Kemenpupera Mochammad Natsir menguraikan, keputusan MK tersebut terdiri dari enam landasan pokok. "Di dalamnya memuat bahwa kehadiran negara untuk menjamin hak atas air untuk rakyat adalah mutlak," katanya dalam rilis yang diterima pekan ini.

Selanjutnya, pengusahaan air dalam hal ini penyelenggaraan SPAM lebih diutamakan untuk BUMN atau BUMD. Kerjasama dengan swasta pun dimungkinkan dengan syarat tertentu yang ketat termasuk pengawasan dan pengendaliannya.

MK juga menetapkan pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan terlebih lagi meniadakan hak rakyat atas air. Pengawasan dan pengendalian negara atas air bersifat mutlak serta memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.

Dalam Undang-undang Nomor 11/1974, lanjut dia, belum mengatur tentang air minum dan air baku sehingga pada akhir 2015 lalu sudah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 121/2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (SDA). "Itu (PP Nomor 121/2015) yang mengatur hulunya, kemudian untuk hilirnya adalah PP Nomor 122/2015 yang mengatur sistem air minum atau SPAM,” tambahnya.

Natsir mengatakan bahwa dalam RPJP maupun RPJM diamanahkan untuk mewujudkan universal akses air minum, tidak adanya kawasan kumuh, dan tersedianya layanan sanitasi atau yang dikenal dengan 100 0 100. “Itu bukan sebuah target yang ambisius, akan tetapi merupakan sebuah amanah dari UU Nomor 17 tahun 2007 tentang RPJP maupun Peraturan Presiden Nomor 2/2015 tentang RPJM,” tuturnya.

Ia menambahkan, pada awal 2016 sedang dilaksanakan dua kebijakan dari pemerintah. Kebijakan pertama yaitu penyelesaian (penghapusan) piutang negara kepada PDAM sebesar Rp 4,2 triliun. Caranya melalui mekanisme hibah kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang dilanjutkan dengan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah kepada PDAM yang memiliki hutang. “Ini diharapkan akan menyehatkan sekaligus mendorong pengembangan PDAM," ujarnya.

Kebijakan yang kedua adalah Program 10 juta Sambungan Rumah (SR) baru untuk meningkatkan akses pelayanan air minum dan mencapai target 100 persen air minum yang layak. Apabila kebijakan tersebut terealisasi, paling tidak sudah memberikan pelayanan kepada 50 juta jiwa masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement