Senin 21 Mar 2016 09:06 WIB

Deponering Kasus AS-BW Diklaim Bisa Kukuhkan Posisi Jaksa Agung

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Achmad Syalaby
 Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto menjadi pembicara talk show pada launching ACFFest 2015 di Jakarta, Rabu (11/2).   (Antara/Vitalis Yogi Trisna)
Wakil Ketua KPK Bambang Widjajanto menjadi pembicara talk show pada launching ACFFest 2015 di Jakarta, Rabu (11/2). (Antara/Vitalis Yogi Trisna)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Miko Ginting mengatakan, deponering terhadap kasus mantan Komisioner KPK (Abraham Samad dan Bambang Widjojanto), serta mengeluarkan SKPP kasus penyidik KPK (Novel Baswedan) merupakan langkah tepat.

Merujuk pada kejanggalan proses pada kasus BW dan AS yang kental dengan rekayasa disebut sangat dipaksakan."Selain itu, terdapat kepentingan umum masyarakat bahwa kriminalisasi tersebut dapat melemahkan gerakan anti korupsi di Indonesia," kata Miko di Jakarta, Senin (21/3).

Miko melanjutkan, penggunaan kewenangan deponeering ini juga semakin mengukuhkan peran Jaksa Agung sebagai dominus litis (pengendali perkara) dalam sistem peradilan pidana. Prinsip dominus litis mensyaratkan bahwa tindakan penyidik dalam mengumpulkan suatu bukti bukan dalam rangka untuk terselesainya penyidikan.

"Namun, bertujuan untuk memenuhi unsur materiil dalam dakwaan yang nantinya diajukan penuntut umum di persidangan," ucap Miko.

Miko memaparkan, sebagai pengendali proses perkara pidana, Jaksa Agung selaku penuntut umum tertinggi juga diberikan hak eksklusif untuk menjalankan kewenangan oportunitas. Jaksa Agung dapat mengesampingkan suatu perkara dengan dasar kepentingan umum."Hal ini diatur dalam Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan," kata Miko.

Dalam Penjelasan Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan, lanjut Miko, mengatur bahwa Jaksa Agung perlu memperhatikan masukan atau pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang terkait. Namun, masukan tersebut tidak mengikat dan tidak ada kewajiban untuk mengikuti masukan tersebut. Dengan kata lain, keputusan akhir tetap ada pada Jaksa Agung.

Jaksa Agung juga mempunyai independensi dalam menentukan perkara yang layak atau tidak layak dibawa ke pengadilan. Independensi ini diwujudkan dengan kewenangan oportunitas dari penuntut umum.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement