REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menerima protes ratusan wali murid SMA/SMK atas kebijakan pengambilalihan kewenangan pengelolaan SMA dan SMK oleh Pemerintah Provinsi di Balai Kota Surabaya, Jumat (11/3).
Salah satu orang tua siswa SMKN 7 Agus Santoso mengatakan bahwa ia dengan beberapa rekannya di SMKN 7 merasa terbantukan selama ini dengan berbagai kebijakan yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya.
"Saya dan orang tua murid di SMKN 7 sebelumnya mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kota Surabaya. Kami bisa membagi penghasilan untuk tabungan masa depan putra-putri kami, serta tidak terbebani secara finansial," kata Agus Santoso yang juga guru honorer K2 ini.
Hal sama juga dikatakan orang tua siswa SMAN 5, Enny Ambarsari. Ia menjelaskan di hadapan wali kota, bahwa ia tidak ingin anak-anaknya yang sejak sekolah dasar telah menyukai sekolah negeri harus mengalami "down grade" (penurunan peringkat).
"Anak saya sekarang sedang pertukaran pelajar di Amerika, di sana ia cukup menjadi perhatian. Ini terjadi atas pengetahuan dan motivasi yang diberikan guru-guru di SMA-nya. Saya ingin apa yang dialami anak saya, dialami oleh adiknya yang masih bersekolah di SMP dan juga seluruh anak-anak di kota Surabaya ini," katanya.
Menanggapi hal itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjelaskan Pemkot Surabaya sudah dua tahunan memperjuangkan hal ini sejak undang-undang ini keluar. Wali kota tidak ingin, warga yang kurang mampu hanya menyelesaikan pendidikan hingga jenjang SMP karena terbatas biaya.
"Sejak keluar undang-undang, kami sudah berjuang di Mendikbud, Mendagri, dan Mensesneg. Perjuangan kami berbekal Peraturan Daerah (Perda) wajib belajar 12 tahun. Perda tersebut keluar atas berbagai risikonya, termasuk pembiayaan," katanya.
Sementara itu, kuasa hukum wali murid SMA/SMK, Edward Dewaruci, menjelaskan sebelumnya ia dan lima perwakilan wali murid telah melakukan banding ke Mahkamah Konsitusi pada tanggal 7 Maret 2016.