Kamis 03 Mar 2016 19:58 WIB

'Presiden Harus Kaji Sumber Kegaduhan Para Menteri'

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Presiden Jokowi
Foto: ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
Presiden Jokowi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keinginan Presiden Joko Widodo mengevaluasi menteri yang membuat gaduh di masyarakat diapresiasi banyak pihak. Namun selain mengevaluasi para menteri presiden juga dituntun mengkaji kebijakan yang menjadi sumber kegaduhan itu.

Pengamat Politik Universitas Indonesia Maswadi Rauf mengatakan penting bagi presiden mengevaluasi kinerja para menteri yang sering berselisih tegang, namun ada baiknya presiden juga mengkaji kebijakan dari sumber kegaduhan tersebut.

"Presiden harus bisa melihat siapa dan apa yang sebenarnya selalu membuat gaduh itu," katanya kepada Republika.co.id, Kamis (3/3).

Maswadi mengatakan, kalau memang sumber kegaduhan tersebut adalah menteri, tentunya menteri tersebut harus dievaluasi secara total atau diganti.  Tapi kalau sumber kegaduhan ada pada kebijakan ia berharap presiden juga bisa mengevaluasi kebijakan tersebut.

"Semua itu tergantung Presiden, karena kewenangan ada di dia. Kalau sejak awal presiden berani tentunya sumber kegaduhan itu sudah sejak awal dievaluasi," ujarnya.

Presiden harus bisa menjelaskan kenapa selama ini membiarkan kegaduhan itu terus terjadi. Parahnya, kata dia, perbedaan pendapat ini dibiarkan hingga menyerang pribadi, yang tidak sepatutnya itu disampaikan kepada publik.

Sebelumnya kgaduhan antar menteri di kabinet Kerja kembali terjadi hingga di media sosial. Kali ini antara Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said terkait proyek gas Masela. Rizal menginginkan kilang gas berada di darat atau dikenal dengan istilah onshore.

Sementara, Sudirman berpikir jika kilang terapung di laut atau offshore lebih memberikan manfaat bagi masyarakat Maluku. Sayangnya bantah-bantahan pernyataan yang terjadi di media tersebut, berlanjut ke media sosial hingga akhirnya tidak lagi mempermasalahkan kebijakan namun saling sindir ke urusan pribadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement