REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat perpajakan Universitas Pelita Harapan Roni Bako meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak menyandera rancangan undang-undang (RUU) Pengampunan Pajak lantaran pemerintah memutuskan menunda pembahasan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). RUU Pengampunan Pajak harus dibahas secepatnya demi kepentingan APBN.
Roni mengatakan, para anggota DPR seharusnya dapat melihat bahwa RUU Pengampunan Pajak dengan revisi UU KPK merupakan dua hal berbeda. Sehingga, pembahasan kedua UU tersebut tidak bisa dijadikan satu paket.
"DPR harus bersikap bijaksana. Karena, pengampunan pajak untuk kepentingan rakyat juga," kata Roni, Kamis (3/3).
Roni berharap DPR dapat mendahulukan pembahasan RUU Pengampunan Pajak. Tanpa program pengampunan pajak, kata dia, target penerimaan pajak dipastikan sulit tercapai.
"Kalau tidak ada tambahan penerimaan pajak, maka program pembangunan pasti tersendat karena pemerintah dipastikan melakukan pemangkasan belanja," ujarnya.
Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada akhir Februari lalu menyepakati menunda pembahasan RUU Pengampunan Pajak dengan alasan untuk memberikan fraksi-fraksi mempelajari draf yang telah diberikan pemerintah. Keputusan penundaan tersebut dilakukan hanya selang beberapa hari setelah pemerintah memutuskan menunda revisi UU KPK yang menjadi inisiatif DPR.
Molornya pembahasan RUU Pengampunan Pajak membuat Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyiapkan dua skenario APBN Perubahan 2016. Dua skenario itu yakni APBN-P dengan pengampunan pajak dan tanpa pengampunan pajak. Kalau tanpa pengampunan pajak, maka pemerintah dipastikan akan memangkas anggaran belanja untuk menghindari pelebaran defisit dan penambahan utang.