Senin 29 Feb 2016 15:26 WIB

Permendikbud Sekolah Aman Perlu Diangkat Jadi Perpres

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Winda Destiana Putri
Sekolah
Sekolah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah meluncurkan program sekolah aman beberapa waktu lalu.

Program ini diperkuat melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto menilai, mandat permendikbud ini perlu diangkat menjadi Peraturan Presiden (Perpres). Hal ini karena Perpres memiliki mandat yang lebih besar dibandingkan Permendikbud.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Anggota DPR Komisi X, Venna Melinda. "Dicuekin kalau cuma Permendikbud," ujar Venna saat diskusi panel tentang sekolah aman-anti kekerasan di Senayan, Jakarta, Senin (29/2).

Sekretaris Jenderal Federasi Guru Republik Indonesia (Sekjen FSGI), Retno Listyarti menjelaskan, penetapan sekolah aman memang harus ditingkatkan hingga ke peraturan presiden. 

Ini karena pemberlakukan Permendikbud memang agak sulit menyentuh dan dipatuhi oleh masyarakat di daerah. Sekolah-sekolah di daerah hanya patuh kepada peraturan pimpinan daerahnya.

Dengan adanya Perpres, Retno menilai, ini jelas bisa melingkupi sekolah-sekolah di daerah termasuk yang berada di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag) juga.

Menurut Retno, kekerasan anak di Indonesia terutama di tingkat sekolah sudah darurat. Dia mengungkapkan ihwal laporan kekerasan pelajar di sejumlah daerah seperti di Magelang.

Berdasarkan laporan FSGI di daerah, kota ini telah mengalami peningkatan drastis dari 10 kasus tawuran pada 2014 menjadi 12 kasus di 2015.

Pada tahun 2016 juga terdeteksi kasus penganiayaan pelajar oleh guru di Gorontalo dan Bone. Padahal, dia menambahkan, kasus ini terjadi setelah Mendikbud meluncurkan program sekolah aman kekerasan beberapa waktu lalu.

"Oleh sebab itu, aturan ini harus ditingkatkan menjadi Perpres," ujar Retno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement