Ahad 28 Feb 2016 15:03 WIB

Presidium Dewan Rakyat Dayak Kecam Mendagri Soal Monumen Laskar Cina

Masyarakat Adat Dayak Ma'anyan Panju, Barito Timur, kalimatan Tengah mendatangi gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/5).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Masyarakat Adat Dayak Ma'anyan Panju, Barito Timur, kalimatan Tengah mendatangi gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/5).

REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta -- Presidium Dewan Rakyat Dayak mengecam  tindakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahyo Kumolo  yang meresmikan monumen perjuangan laskar CIna di Taman Mini. Menurut dia kebijakan itu tidak benar karena menyakiti nurani suku bangsa yang lain.

"Kenapa harus monumen laskar Tionghoa, padahal laskar  Rakyat Dayak banyak yang berjuang namun tidak pernah di apresiasi bentuk perjuangnanya. Kami mengecam Mendagri yang menganak emaskan etnik tertentu, peresmian monumen Po An Tui Laskar Tiong Hoa jelas menyakiti  rakyat Dayak yang lebih banyak membuat laskar untuk membela negeri ini," tegas Ketua Presidium Dewan Rakyat Dayak Bernadus dalam pernnyataanya di Jakarta,  (29/2).

Bernadus menambahkan,  suku Dayak adalah satu-satu nya suku yang menyatakan sumpah setia kepada Republik Indonesia pada tanggal 17 Desember 1946 dengan tata cara upacara sakral suku dayak di Gedung Agung Istana Presiden Yogyakarta yang di pimpin langsung oleh tokoh Dayak Cilik Riwut. Cilik merupakan anggota tentara nasional Indonesia, penerjun pertama yg dimiliki oleh republik Indonesia  asli suku Dayak.

Hingga hari ini, kata dia, pengajuan nama Cilik Riwut sebagai pahlawan nasional pun belum mendapatkan hasil. Apalagi membuat monumen sumpah setia rakyat Dayak untuk Bela NKRI, jauh dari impian.

"Suku Dayak juga pernah terlibat aktif dalam memadamkan upaya pemberontakan dari etnis Tionghoa yang dikenal dengan peristiwa penyerangan Pangkalan II angkatan udara RI di Sangau Ledo yang dilakukan oleh barisan rakyat," katanya.

Menurutnya, pemberontakan yang dilakukan oleh etnis Tionghoa, menyisakan luka bagi suku dayak yang dikenal peristiwa makuk merah.

"Tanah kami tanah Dayak hanya sebagai tempat eksploitasi Sumber Daya Alam saja. Tambang tambang berdiri dimana mana menyisakan kerusakan alam, pemaksaan pembukaan perkebunan dan bahkan tiap tahun rakyat Dayak  mendapat kado asap dari pembalak liar yang membuka lahan, tanah kami dijadikan lahan transmigran tanpa minta imbalan,"  katanya.

Bernardus melihat persepsi yang dibentuk agar Dayak tetap menjadi warga kelas dua dan para bandar tetap bisa meng eksploitasi tanah Dayak. Pemerintah pusat seharusnya memberikan perhatian yang lebih kepada rakyat Dayak, karena banyak suara kami saat pemilu yang mendukung pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement