Senin 22 Feb 2016 14:00 WIB

Pengamat Nilai Revisi UU Membuat KPK Bak Macan Ompong

Rep: C21/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kanan) dan pimpinan KPK lainnya berfoto bersama Grup Band Slank sebelum pentas di halaman Gedung KPK, Jakarta, Senin (22/2).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kanan) dan pimpinan KPK lainnya berfoto bersama Grup Band Slank sebelum pentas di halaman Gedung KPK, Jakarta, Senin (22/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat dari Universitas Paramadina, Djayadi Hanan menilai revisi Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 akan menghilangkan 'taring' Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani extra ordinary crime.

"Kalau taring KPK sama seperti penegak hukum lain, maka tidak perlu ada KPK, biarkan dengan (ditangani) polisi atau jaksa," katanya, Senin (22/2).

Djayadi melanjutkan, KPK dibentuk untuk menangani extra ordinary crime, maka sudah sepatutnya mereka harus memiliki kewenangan extra juga. Sehingga adanya revisi yang sedang dibahas DPR RI justru akan melemahkan kinerja lembaga penegak hukum itu.

Untuk semua poin yang akan dibahas antara lain, pertama tentang pembentukan dewan pengawas KPK, kedua tentang penyadapan, ketiga tentang penuntutan dan Surat Perintah Penyidikan (SP3), dan keempat pengangkatan penyidik dan penyelidik independen KPK.

Ia menilai hanya satu poin yang menguatkan KPK, yaitu poin keempat. Sedangkan sisa poin dinilai justru dapat melemahkan kinerja KPK.  Pertama, adanya dewan pengawas dapat melemahkan KPK, karena dapat menimbulkan konflik jika ada ketidaksepakatan tertentu.

Dikhawatirkan lembaga penegak hukum independen bukan disibukan untuk menangani korupsi, namun disibukan dengan dewan pengawas.

Kedua, soal penyadapan ada keinginan untuk DPR RI agar KPK harus meminta pesetujuan berbagai pihak dan prosedur panjang, menjadi tidak efektif dan menakutkan koruptor. Padahal salah satu taring KPK dengan penyadapan karena efektif untuk mendapatkan bukti awal.

"Koruptor pandai menyembunyikan bukti, jadi satu-satunya cara paling evektif menangkap koruptor adalah dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Itu tidak dapat dilakukan tanpa bukti awal yang dilakukan melalui penyadapan," jelasnya.

Ketiga, SP3 akan membuat KPK tidak berbeda dengan lembaga-lembaga hukum lain, seperti pengadilan. Menjadikan celah para koruptor untuk bisa bermain secara hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement