REPUBLIKA.CO.ID, CALIFORNIA -- Maraknya pemberitaan mengenai lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Indonesia cukup memberikan banyak respon dari dari masyarakat. Baik positif hingga negatif.
Apalagi sebagai salah satu negara Islam terbesar di dunia, masyarakat Indonesia menganggap bahwa penyimpangan psikologis tersebut tidak sesuai dengan kaidah agama.
Kebanyakan ilmuwan saat ini sepakat bahwa orientasi seksual (termasuk homoseksual dan biseksual) merupakan hasil dari kombinasi lingkungan, emosional, hormonal, dan faktor biologis.
Dengan kata lain, ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap orientasi seksual seseorang. Faktor-faktor tersebut kemungkinan berbeda antara seseorang dengan penderita lainnya.
Atas kombinasi faktor-faktor itu, seseorang bisa mengalami disorientasi seksual atau kelainan orientasi. Menurut Dr. Taruna Ikrar, M.D. M. Pharm., PhD selaku Senior Specialist and Neuroscientist, Division Neurobiology dari University of California, Irvine, Amerika Serikat, saat ini ilmu pengetahuan telah melihat penyebab homoseksualitas.
Secara umum, ia mengungkapkan bahwa disorientasi seksual disebabkan oleh faktor biologis dan lingkungan. Secara biologis, ditemukan adanya faktor keseimbangan hormonal. Demikian pula berdasarkan faktor lingkungan, sosiologis, psikologis yang dipercaya dapat mempengaruhi orientasi seksual seseorang.
“Sampai sekarang, belum ada bukti dan evidence yang kuat yang mendukung teori, bahwa orang yang mengalami disorientasi seksual disebabkan oleh faktor perubahan atau mutasi genetik tertentu di kromosom,'' ungkap dokter sekaligus peneliti asal Makassar tersebut kepada Republika.co.id, Kamis (18/2).
''Sehingga faktor faktor lingkungan, makanan, sosial dan budaya bisa memberikan pengaruh yang dominan sehingga seseorang mengalami disorientasi seksual, seperti homoseksual ataupun lesbian,” katanya,