REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berharap bisa membahas masalah revisi UU No 30 Tahun 2002 dengan Presiden Joko Widodo. KPK telah meminta waktu untuk bertemu Presiden usai kunjungan kerja ke Amerika Serikat.
"Kami ini sudah minta waktu (bertemu Presiden Joko Widodo) pada saat pelantikan gubernur kemarin. Kami dijadwalkan segera bertemu dengan Presiden setelah beliau pulang dari Amerika," kata Ketua KPK Agus Rahardjo, Selasa (16/2).
Padahal, Presiden Jokowi dijadwalkan baru tiba di Jakarta pada 19 Februari 2016, sedangkan rapat paripurna membahas revisi UU KPK dilangsungkan pada 18 Februari 2016. Agus menyatakan, sikap pimpinan KPK secara tegas menolak revisi UU tersebut.
"Sikap kami pun demikian, sudah jelas. Di dalam banyak kesempatan saya ini pimpinan, ketua dan seluruh komisioner dan seluruh jajaran di KPK mengucapkan menolak dilakukannya revisi Undang-Undang KPK," ujarnya menegaskan.
Menurutnya, pimpinan KPK menilai revisi itu belum diperlukan saat ini. "Kami sudah menyampaikan ancer-ancer-nya kalau Index Perception Corruption sudah 50, baru kita akan melakukan kajian apakah kemudian revisi itu perlu dilakukan," ungkap Agus.
Sedangkan, Komisoner KPK Saut Situmorang menyatakan bahwa pemberantasan korupsi tidak boleh mundur.
"Seperti disampaikan bapak ketua tadi, ada banyak 'discourse' tentang bagaimana membangun Indonesia bebas korupsi, seperti kalian lihat beberapa hari ke belakang dan ke depan ini akan ada kejutan-kejutan besar yang akan membuat negara ini lebih bersih. Kita tidak boleh surut ke belakang, untuk itu terima kasih dukungannya dan jangan pernah mundur," kata Saut.
Seperti diketahui, dari 10 fraksi di DPR, 7 fraksi menyetujui revisi UU KPK dan menjadi inisiatif DPR. Sedangkan, tiga fraksi, yaitu Fraksi Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan PKS menolak revisi UU tersebut. Sikap tiga fraksi itu membuat beberapa fraksi lainnya berpikir ulang sehingga paripurna DPRD ditunda hingga 18 Februari 2016.