Ahad 14 Feb 2016 14:53 WIB

Februari, Puncak Musim Hujan

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Esthi Maharani
Awan hitam menyelimuti kawasan bagian barat Jakarta, Kamis (11/2). Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim hujan hingga pertengahan bulan Februari.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Awan hitam menyelimuti kawasan bagian barat Jakarta, Kamis (11/2). Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim hujan hingga pertengahan bulan Februari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Puncak musim hujan terjadi pada Februari. Hal ini dikarenakan pengaruh El Nino yang telah menyebabkan anomali cuaca. Biasanya, puncak musim hujan terjadi pada Januari. Tetapi, tahun ini Januari intensitas hujan masih rendah dan sebaran hujan pun tak merata.

Diprediksikan intensitas hujan pada Februari berintensitas tinggi hingga sangat tinggi, khususnya berpeluang terjadi di sebagian Sumatra Barat,  Jambi, Sumsatra Selatan, Bengkulu, Lampung, seluruh Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua dan Papua Barat.

“Daerah-daerah ini ancaman banjir, longsor dan puting beliung berpotensi tinggi tapi bukan berarti daerah-daerah lain sudah aman. Ancaman juga tetap tinggi, meskipun hujan lokal akan lebih berperan yang menyebabkan bencana,” jelas Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, Ahad (14/2).

Sesuai dengan data sejarah kebencanaan di Indonesia, 96 persen bencana adalah bencana hidrometerorologi yaitu bencana yang disebabkan pengaruh cuaca seperti banjir, longsor, puting beliung, cuaca ekstrem, kekeringan, dan kebakaran hutan dan lahan. Banjir, longsor dan puting beliung adalah jenis bencana yang paling dominan. Tren kejadian ketiga jenis bencana tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun.

Dampak perubahan iklim global secara siginifikan telah mengubah pola curah hujan, baik pada perubahan intensitas, durasi dan tebal hujan. Saat ini frekuensi hujan dengan intensitas tinggi semakin sering terjadi. Hal ini disebabkan volume awan-awan orografik telah bertambah besar volumenya sehingga uap air yang dikandung oleh awan-awan tersebut semakin besar juga.

Meningkatnya suhu di atmosfer telah menyebabkan puncak-puncak awan orografik, khususnya awan Cumolonimbus telah makin tinggi sehingga energi yang ada dalam awan tersebut bertambah besar. Makin tinggi intensitas hujan, maka daya pukul terhadap permukaan tanah juga makin besar. Daya tampung dan daya dukung lingkungan tidak mampu mengalirkan aliran permukaan secara bersamaan sehingga banjir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement