REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) Bivitri Susanti menilai sejauh ini kinerja KPK dalam bidang pencegahan maupun penindakan terbilang masih efektif.
Berdasarkan data tahun 2014 yang dikeluarkan pada 2015, KPK masih menjadi lembaga penegak hukum yang paling banyak menyelamatkan uang negara dibandingkan dua penegak hukum lainnya, Polri dan kejaksaan.
"KPK menangani nilai kasus hampir tiga triliun di tahun 2014. Polri hanya menangani nilai kasus 132 miliar dan kejaksaan 1,7 triliun," katanya di Kantor Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Kamis (11/2).
Padahal, KPK hanya berkantor di Jakarta dan memiliki 70 orang penyidik. Berbeda dengan kepolisian dan kejaksaan yang tersebar hingga ke daerah-daerah yang ada di Indonesia.
Bivitri melanjutkan, bisa saja karena efektifnya kinerja KPK dalam memberantas korupsi, membuat DPR bernafsu merevisi UU KPK. Mereka merasa "kegerahan" dan nerusaha memolitiskan penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK.
"Sepertinya, beberapa pihak dan lembaga yang banyak disasar KPK merasa 'kegerahan' belaka dan menuduh KPK tidak efektif," ucap Bivitri.
Seperti diketahui, pada Rabu (10/2), Badan Legislasi (Baleg) DPR melakukan rapat akhir dengan fraksi membahas revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
Sebanyak 10 fraksi menyampaikan pandangan mereka soal draf atau rancangan revisi UU KPK. Dari semuanya itu, hanya Fraksi Partai Gerindra yang dari awal menolak revisi UU KPK.