Rabu 10 Feb 2016 20:04 WIB

Gerindra Konsisten Tolak Revisi UU KPK

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bayu Hermawan
(dari kedua kiri) Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas berdiskusi bersama Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang diwakili oleh Donal Fariz sebelum menyerahkan petisi penolakan revisi UU KPK ke Badan Legislasi DPR di Komplek Parlemen Se
Foto: Republika/ Wihdan
(dari kedua kiri) Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas berdiskusi bersama Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang diwakili oleh Donal Fariz sebelum menyerahkan petisi penolakan revisi UU KPK ke Badan Legislasi DPR di Komplek Parlemen Se

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR RI akhirnya menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi usulan DPR.

Dalam rapat Baleg, Rabu (10/2), 9 fraksi setuju revisi UU KPK menjadi usulan dari DPR dan hanya 1 fraksi, Gerindra yang menolak. Meskipun, akhirnya, sikap resmi Baleg memutuskan untuk melanjutkan pembahasan revisi UU KPK ke tahap berikutnya.

"Ini sudah menjadi keputusan Baleg, bahwa pembahasan selanjutnya akan diproses sesuai ketentuan dan aturan," ujar Ketua Baleg Supratman saat rapat Baleg, Rabu (10/2).

Supratman mengakui sebagai pimpinan Baleg, sikapnya harus netral meskipun fraksinya sendiri, Gerindra menegaskan menolak revisi UU KPK ini.

Menurutnya, Gerindra bakal mengupayakan pendekatan ke fraksi-fraksi lainnya terkait revisi UU KPK ini. Kemungkinan ada perubahan soal revisi UU KPK ini masih terbuka.

Selain pendekatan ke fraksi-fraksi, masih ada sikap pemerintah yang perlu ditungggu apakah ingin melanjutkan pembahasan atau tidak.

Dalam pandangan fraksi Gerindra, tiga poin penting yang akan direvisi merupakan bentuk pelemahan KPK. Yaitu, pasal soal pembentukan dewan pengawas yang dipilih dan dilantik oleh Presiden, soal kewenangan SP3 (Surat Penghentian Proses Penyelidikan), dan pasal penyadapan yang harus izin dewan pengawas.

Menurutnya, posisi dean pengawas yang dipilih dan dilantik oleh presiden membuat KPK berada di bawah kendali penuh pemerintah. Hal ini membuat KPK tidak akan independen lagi.

"Presiden jadi sangat kuat, bisa jadi KPK digunakan untuk jatuhkan lawan politik," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement