Rabu 10 Feb 2016 06:29 WIB

Permisif Elite Politik dan Mundurnya Peradaban Indonesia

Red: M Akbar
Ubedilah Badrun
Foto:

Pertanyaannya adalah mengapa seolah ada pembiaran terhadap nalar permisif elite ini? Sebabnya sangat kompleks. Sebagai negara, kita melangkah terlalu jauh meninggalkan ideologinya, sebagai elite telah melangkah terlalu jauh meninggalkan janji-janjinya, sebagai rakyat kita melangkah terlalu cuek dengan semua nalar permisif yang tumbuah subur di antara elite dan rakyat.

Kampanye manifes LGBT adalah wajah yang terlalu terang dari permisivisme publik. Efek lanjut dari nalar permisif ini adalah ada semacam "inersia sosial" di tengah masyarakat kita. Sebuah keadaan sosial yang sakit, tetapi tidak merasa sakit, ketika situasi sosial mendekati ajal kematiannya baru tersadar saat itu, dan ketika itu sudah terlambat.

Dalam khazanah teori-teori sosial, situasi ini berbahaya bagi sebuah bangsa. Keitka permisivisme masih berada pada lapis dan episode rakyat, kita masih bisa berharap bahwa elite politik atau pemerintah bisa membenahi.

Namun, ketika permisivisme sudah memasuki lapis dan episode rakyat dan sekaligus elite, kita kesulitan berharap kepada siapa beban perbaikan bisa ditagih? Semoga elite bangsa ini segera tersadar bahwa tumbuh suburnya nalar permisif hanya akan mempercepat keruntuhan sebuah bangsa.

Kesadaran elite politik untuk mengakhiri nalar permisifnya dan memutus mata rantai nalar permisif adalah jalan penting yang perlu diambil dan sangat berarti, tidak hanya bagi kualitas demokrasi, tetapi juga bagi keberlanjutan negara Indonesia.

Bagi pribadi yang masih meyakini eternal truth, pengharapan kepada Yang Maha Abadi patut disandarkan. Sebab, pada titik itu akan membuka ruang bagi hadirnya optimisme sebagai anak bangsa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement