Rabu 10 Feb 2016 06:29 WIB

Permisif Elite Politik dan Mundurnya Peradaban Indonesia

Red: M Akbar
Ubedilah Badrun
Foto:

Nalar permisif elite di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak puluhan tahun lalu, tetapi semakin masif dan dengan variasi yang mengerikan terjadi sejak liberalisasi politik tahun 2004 hingga 2016 ini. Pasca-Pemilu 2014, nalar permisif menyebar pada dua kutub, kutub rakyat dan kutub elite politik.

Rakyat mulai kehilangan nalar kritisnya sehingga permisivisme menjadi semacam pilihan yang mengkerangkeng nalarnya. Sopan santun berbahasa tidak lagi diindahkan, bahasa-bahasa sarkasme menjadi populer dan bebas tersebar melalui media sosial.

Nalar kritis dikalahkan oleh sarkasme permisivisme. Orang-orang terpelajar kaum intelektual yang mengkritik pemerintah berbasis data dirundung dengan sarkasme bahasa, dan kemudian dikonstruksi bahwa kebenaran ada pada dominasi sarkasme.

Kaum intelektual kemudian melipir kembali berada di menara gading kampus yang sibuk dengan dirinya dan membiarkan kesalahkaprahan mengelola masyarakat dan mengelola negara. Sebuah permisivisme bahasa dan nalar permisif yang memprihatinkan.

Nalar permisif elite politik saat ini tumbuh subur. Mereka membangun nalar permisifnya yang diyakini sebagai cara hidupnya menyesuaikan dengan keadaan. Di antara nalar permisif elite politik kita, misalnya, terlihat pada kalimat-kalimat berikut:

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement