REPUBLIKA.CO.ID, BELITUNG TIMUR -- Jumlah pasien suspect Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Belitung Timur (Beltim) terus mengalami peningkatan setiap bulannya. Data rekam medik dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) mencatat, Februari 2016 hingga Jumat (5/2) ini setidaknya sudah 11 orang dirawat. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat mengingat sebagian daerah di Kabupaten Beltim baru memasuki awal musim hujan.
Dalam tiga bulan belakangan ini saja, tercatat ada 84 orang pasien yang dirawat di RSUD Beltim dengan lima orang di antaranya positif menderita DBD. Mayoritas pasien merupakan anak-anak yang berasal dari Kecamatan Manggar, Gantung, dan Kelapa Kampit.
Ayah pasien suspect DBD Heriyanto (9), Hardiyanto (33) saat ditemui Humas Beltim di Ruang Inap Anak RSUD Beltim, Jumat (5/2), menuturkan jika di Desa Mayang Kecamatan Kelapa Kampit sudah banyak warga yang terkena DBD. “Anakku sudah tiga malam pak dirawat, mudah-mudahan hari ini sudah boleh pulang. Kemarin sepupu dia juga kena (terjangkit-red), di rawat di RSUD juga. Di kampung kami sudah ramai yang terkena termasuk kawan-kawan sekolahnye," ungkap Hardiyanto.
Pria yang berkerja sebagai buruh harian ini berharap pemerintah melalui dinas terkait akan dapat melakukan kegiatan pencegahan seperti melakukan pengasapan (fogging) ataupun pemberian bubuk pembunuh jentik. “Tempat kami belum difogging. Kami juga belum dapat pemberian abate untuk bunuh jentik. Setahu saya, kami belum pernah menerima abate,” ujar Hardiyanto.
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3L) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Beltim, Muhammad Ikhsan mengatakan meski kasus DBD sudah cukup tinggi di Kabupaten Beltim namun Dinkes belum bisa menetapkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Meski begitu ia menekankan pihaknya tak mau kecolongan dan terus melakukan Pengamatan Epidemiologi (PE) serta tindakan pemberantasan.
“Kalau KLB belum bisa mengingat harus 23 orang positif DBD baru bisa kita tetapkan. Begitu kami terima laporan ada pasien suspect DBD, kita langsung terjunkan tim ke lapangan. Kita lakukan survailance vektor. Jika kita anggap perlu kita akan lakukan fogging,” kata Ikhsan dalam siaran persnya.
Berdasarkan laporan dan hasil pengamatan, ia mengatakan kemungkinan besar pasien anak-anak yang terjangkit DBD adalah pada waktu jam belajar di sekolah. Untuk itu, ia menekankan masyarakat dan pihak sekolah yang harus menjaga lingkungan dan meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya pencegahan DBD.
“Dinkes sudah mengirimkan surat edaran ke setiap SKPD, kecamatan dan desa untuk kampanye pencegahan DBD. Kita hanya mencegah sementara, misalnya melakukan fogging, itu hanya membunuh nyamuknya, namun jika masih banyak jentik-jentik akan susah. Kita berharap masyarakat akan lebih proaktif untuk melaporkan ataupun melakukan tindakan pencegahan,” ujarnya.