Jumat 05 Feb 2016 16:38 WIB

JK Sebut Penghapusan Premium Kewenangan Pemerintah Pusat

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Esthi Maharani
Jusuf Kalla
Foto: Republika/ Wihdan
Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) meminta PT Pertamina (persero) agar menghentikan pasokan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di Jakarta. Namun, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan kewenangan penghapusan premium bukan berada di pemerintah daerah, melainkan di pemerintah pusat.

"Itu kan kewenangannya bukan di gubernur, tapi kewenangannya di pemerintah pusat, pemerintah," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (5/2).

Lebih lanjut, JK menilai rencana penghapusan BBM jenis premium di ibukota pun hanya merupakan pandangan dari Gubernur DKI Jakarta, Ahok. Sehingga, pemerintah pusat tidak akan memberikan instruksi untuk mengapuskan BBM jenis premium tersebut di Jakarta.

"Ndak ada. Itu kan hanya pandangan, bukannya instruksi," kata JK.

(Baca juga: Pertamina Ajak Pemprov DKI Bicarakan Penghapusan Premium)

Seperti diketahui, Ahok menilai BBM jenis premium sudah tak diperlukan lagi di Jakarta. Menurut dia, subsidi yang diberikan kepada para pengguna premium sebaiknya dialihkan untuk transportasi umum. Selain itu, permintaan penghapusan premium juga dilakukan untuk mengurangi jumlah kendaraan pribadi.

Ia pun mengirim surat kepada PT Pertamina yang berisi permintaan penghentian pasokan Premium di Jakarta. Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Bambang menilai ide Ahok ini memungkinkan untuk dilakukan, namun secara bertahap.

"Masyarakat juga sudah makin sadar. Tahun lalu kemampuan beli 8.500 untuk premium, sekarang 8500 beli Pertamax aja masih kembali. Sebetulnya nggak masalah. Apalagi Jakarta udah menyediakan angkutan umum," kata Bambang, Selasa (2/2).

Bambang mengatakan, Pertamina tinggal menunggu keputusan pemerintah provinsi terkait kebijakan ini. Apabila memang Gubernur DKI secara resmi telah meminta dan direstui pemerintah pusat, maka kebijakan ini bisa berjalan.

"Tinggal kewenangan gubernur, nanti kita tinggal lihat Dirjen Migas (Kementerian ESDM) menyetujui apa nggak. Mungkin bertahap. Yang pertama mungkin tengah kota dulu. Apalagi selama angkutan umum, mikrolet masih ada. Bertahap lah," kata Bambang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement