Selasa 02 Feb 2016 10:56 WIB

Memuliakan Petani Nusantara

Red: M Akbar
petani nusantara
Foto:

Terpampang di halaman depan lokasi rembuk tani, spanduk besar bertuliskan "Terus Berkarya, Tidak Bergantung Pada Negara". Kalimat satire tersebut bisa ditafsirkan sebagai bentuk kekecewaan petani GPN terhadap negara. Sekumpulan petani kreatif dan berprestasi tersebut salah kira.

Mereka telanjur bersemangat menyongsong harapan baru pertanian Indonesia, tapi mendapatkan realitas menyakitkan. Petani yang merupakan saka guru dan tulang punggung bangsa, ternyata tidak ditempatkan dalam sebuah posisi mulia. Tetap menjadi objek, sama seperti masa pemerintahan sebelumnya.

Meski kecewa, petani GPN bukan petani pengeluh. Mereka petani yang punya sikap. Diskusi dan sidang-sidang dalam rembuk tani mengambil satu kata sepakat; setop bergantung pada negara dan konsisten bekerja nyata! Dua ratus petani nusantara dari 13 provinsi telah merumuskan suatu gerakan, yang diurai dalam bentuk gerakan pendidikan, politik, ekonomi, teknologi, dan budaya.

Petani GPN telah menentukan haluan pertanian sendiri. Menggagas konsep pertanian nusantara, yakni sebuah gagasan tentang pertanian negara kepulauan yang berdasarkan realitas ekologi, sosial, dan budaya tani nusantara yang beragam. Prinsip telah ditegakkan, petani GPN harus mandiri dan bergotong-royong untuk berkontribusi yang terbaik kepada bangsa dan negara. Bagaimana dengan program pertanian pemerintah saat ini? Biarkan saja!

Dua ratus petani GPN dan ratusan ribu petani di belakangnya mulai bersatu melangkah. Gelombang dukungan dari petani yang tak turut hadir dalam rembuk tani mulai berdatangan. Mereka ingin bergabung dalam gerakan petani nusantara. Ini hal yang wajar karena GPN bukan kumpulan petani yang pandai bersungut-sungut, mengeluh, dan mengkritik semata.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement