Kamis 31 Mar 2016 16:37 WIB

Petani di Papua Masih Terbelenggu Kemiskinan

Red: M Akbar
Warga melintas di jalan penghubung ke Kabupaten Lanny Jaya, Papua, Sabtu (5/3).
Foto: Antara
Warga melintas di jalan penghubung ke Kabupaten Lanny Jaya, Papua, Sabtu (5/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petani di Papua sampai kini masih terbelenggu dalam kemiskinan. Penyebab kemiskinan tersebut karena adanya ketergantungan petani Papua yang sangat besar pada berbagai produk dari luar pulau.

''Padahal mereka itu berada di tengah-tengah kekayaan alam dan potensi produk pertanian yang sangat baik. Ini sungguh ironis,'' kata Ketua Umum Gerakan Petani Nusantara (GPN), Hermanu Triwidodo, dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id di Jakarta, Kamis (31/3).

Hermanu menyampaikan hal tersebut dalam kegiatan pelantikan perintis pengembangan GPN Papua yang dilakukan di Sentani, Rabu (30/3). Kegiatan ini diikuti oleh 150 orang perwakilan petani dari 29 kabupaten se-Provinsi Papua. Kegiatan ini dihadiri juga oleh anggota DPR RI Komisi IV, Sulaiman L. Hamzah.

Hermanu menjelaskan kemiskinan stuktural yang terjadi di Papua itu merupakan salah satu yang terbesar. Menyitir data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2014, ia menyebut sebanyak 31,98 persen penduduknya masuk dalam kategori miskin. Penduduk miskin ini sebagian besarnya merupakan petani.

''Potret kemiskinan ini bukanlah hal baru karena sudah terjadi sejak lama. Sayangnya sampai sekarang, hadirnya berbagai program dan kebijakan dari pemerintah belum menunjukkan hasil yang memuaskan,'' kata staf pengajar Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.

Menurut dia, Papua ini sebenarnya memiliki potensi luar biasa. Ketersediaan lahan subur, kekuatan adat dan kearifan lokal serta keragaman jenis tanaman pertanian pangan sebenarnya dapat dijadikan kekuatan petani. ''Ubi jalar, sagu, aneka jenis kopi lokal, kako, buah merah merupakan sedikit contoh potensi produk pertanian yang sudah terkenal berasal dari Papua,'' paparnya.

Hermanu melihat kondisi yang telah berlangsung lama di Papua ini sepatutnya bisa menjadi perhatian serius dari pemerintah pusat. ''Saudara kita, petani di Papua itu bangun dan bekerja paling pagi, namun mendapat informasi dan sejahtera paling terakhir. Tentu saja ini tidak adil. Terlebih sumber daya yang dimiliki berlimpah namun tak dinikmati sepenuhnya oleh petani,'' ujar Hermanu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement