Rabu 20 Jan 2016 19:10 WIB

Pemerintah Siapkan Undang-Undang Baru Pencegahan Terorisme

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Angga Indrawan
Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan (tengah) bergegas meninjau lokasi dari aksi teror di kawasan Sarinah, Jakarta, Kamis (14/1).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan (tengah) bergegas meninjau lokasi dari aksi teror di kawasan Sarinah, Jakarta, Kamis (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berkeinginan membuat Undang-Undang baru untuk melengkapi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menyebut, UU baru tersebut setidaknya akan berisi dua poin, yakni pencegahan tindak pidana terorisme dan deradikalisasi. 

Dalam poin pencegahan akan diatur soal ketentuan pencabutan status kewarganegaraan bagi WNI yang bergabung dengan kelompok radikal di negara-negara Timur Tengah. "Mungkin kalau dia gabung foreign figther, dia harus lepas kewarganegaraanya," ucap Luhut di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (20/1). 

Baca juga: Revisi UU Terorisme Masuk Prolegnas Prioritas 2016 

Adapun dalam deradikalisasi, pemerintah akan menitikberatkan pada upaya menangkal paham-paham radikal melalui pendekatan keagamaan. Dalam hal ini, pemerintah akan menggandeng para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk menjelaskan pada masyarakat bahwa paham radikal tidak dibenarkan dalam agama. 

"Tokoh-tokoh kita akan memberikan penjelasan yang lebih detil. Nanti dikutip lah dari Alquran bahwa Islam itu adalah agama yang penuh kasih sayang," ucap mantan kepala staf kepresidenan tersebut. 

Luhut menyebut, draft UU baru tentang pencegahan terorisme akan disiapkan secara paralel dengan revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Kemudian, tiga opsi tersebut akan dikaji lagi kelebihan dan kekurangannya.

Secara terpisah, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyebut UU baru akan menitikberatkan pada upaya pencegahan. Ia kembali merujuk pada peristiwa teror Thamrin pekan lalu yang pelakunya sebenarnya sudah dipantau sejak lama. Pelaku sudah dicurigai karena pernah melakukan simulasi 'perang.' 

Bahkan, menurut Pramono, gambar wajah para pelaku teror Thamrin sudah pernah dibawa dalam rapat terbatas dengan Presiden sejak November lalu. Namun, aparat tak bisa menahan terduga teror sebelum mereka melakukan aksi. 

"Kemarin kita tidak bisa melakukan karena tidak ada payung hukumnya. Payung hukum itu lah yang dipersiapkan," ucap Pramono. Presiden, sambung dia, akan kembali menggelar rapat terbatas pada Kamis (21/1) untuk membahas tiga opsi yang dimiliki pemerintah dalam menyiapkan payung hukum untuk pencegahan terorisme.

"Yang jelas akan dipilih salah satu, apakah Perppu, revisi Undag-Undang atau membuat Undang-Undang baru," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement