REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, aksi pemboman Sarinah Jakarta tidak ada kaitannya dengan kasus perpanjangan kontrak karya freeport, kasus Gafatar, atau isu resuffle kabinet.
"Ini tidak ada kaitannya dengan pengalihan isu. Ini memang sebuah aksi kekerasan yang targetnya adalah melemahkan negara. Yang diserang kan pos polisi sebagai simbol negara," ujarnya di kantor PP Muhammadiyah, Kamis (14/1).
Aksi ini, menurutnya, dilakukan untuk menunjukan bahwa negara lemah yakni hanya bisa menghimbau warga untuk waspada tetapi tidak melakukan tindakan komprehensif untuk pencegahan.
Meski begitu, kata dia, polisi diharapkan tidak terburu-buru memberikan pernyataan terkait pelaku dan motif pemboman tersebut sebelum ada investigasi menyeluruh. "Jangan terburu-buru ambil kesimpulan sebelum ada hasil investigasi yang bisa dipertanggungjawabkan. Pernyataan polisi itu pernyataan pejabat negara jadi hati-hati, dan jangan berspekulasi," ujarnya.
Sementara itu Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, investigasi yang dilakukan polisi harus secara akurat, komprehensif, dan jujur karena ini mempertaruhkan nama besar Indonesia.
"Kita tidak ingin masyarakat dibuat takut dan penuh kecemasan, seolah-olah negara ini tidak aman," katanya.
Karenanya, polisi ke depan juga diharapkan memberikan pengumuman secara jelas dan transparan terkait motif dan pelaku aksi pemboman yang sebenarnya.