Rabu 06 Jan 2016 19:40 WIB

JK Nilai Bisnis Rokok Meningkat Jadi Lampu Merah

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Winda Destiana Putri
Jusuf Kalla
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut rokok kretek filter memberikan sumbangan besar nomor dua terhadap angka kemiskinan di Indonesia.

Wakil Presiden Jusuf Kalla, pun membenarkan bisnis rokok di Indonesia saat ini justru semakin meningkat dan bertambah besar.

Meningkatnya jumlah perusahaan rokok inipun menjadi tanda merah yang harus diatasi oleh pemerintah.

"Ya memang itu juga terlihat, coba perusahaan apa yang sekarang terbesar di Indonesia salah satunya. Hampir semua perusahaan rokok. Sampoerna sekarang begitu hebatnya. Bisnis rokok ini bukan turun, naik dia. Jadi memang itu suatu tanda lampu merah sebenarnya yang kita harus atasi," jelas JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (6/1).

Lebih lanjut, JK mengatakan konsumsi rokok oleh masyarakat miskin memang justru menjadi tambahan dan beban pengeluaran yang seharusnya tidak diperlukan.

Terlebih jika pendapatan masyarakat tidak meningkat, sedangkan harga rokok per bungkusnya semakin meningkat. Sehingga dapat mempengaruhi angka kemiskinan masyarakat Indonesia.

"Miskin itu kalau tingkat pengeluarannya orang lebih tinggi daripada pendapatannya. Nah otomatis rokok itu menimbulkan suatu pengeluaran yang tidak perlu sebenarnya," tambah dia.

Lembaga Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga pernah menyebut 70 persen dari 19 juta penerima bantuan langsung tunai di pemerintahan sebelumnya, sebagai pengganti subsidi bahan bakar minyak, menggunakan dana yang diterimanya untuk konsumsi rokok.

Ketika itu, merujuk survei BPS tahun 2008, lebih dari setengah uang BLT habis dibelikan untuk rokok besarnya Rp 52 ribu.

Namun, JK menilai hal ini merupakan suatu kebiasaan masyarakat. "Ah tidak juga saya rasa. Saya kira ini kebiasaan," kata JK.

Untuk mengatasi peredaran rokok di masyarakat yang semakin mudah didapatkan, tambah JK, pemerintah telah mengambil kebijakan menaikkan bea cukai rokok. Menurut dia, pembatasan peredaran rokok di berbagai negara manapun juga dilakukan melalui kampanye anti-rokok serta dengan menaikkan harga rokok.

"Karena itu selalu di manapun banyak negara pembatasan soal rokok itu diatur lewat kampanye juga dengan harga," kata JK.

Seperti diketahui, berdasarkan data BPS, rokok kretek filter memberikan sumbangan besar nomor dua terhadap garis kemiskinan. Konsumsi rokok kretek filter di perkotaan cenderung lebih tinggi dari konsumsi di pedesaan, yakni sekitar 11,18 persen.

Sedangkan, di masyarakat pedesaan konsumsi rokok kretek filter sebesar 9,39 persen. "Rokok dikonsumsi tapi tidak menghasilkan kalori, salah satu indikator dalam mengukur kemiskinan adalah melalui tingkat kalori," ujar Kepala BPS, Suryamin di Jakarta, Jumat (2/1).

Suryamin menambahkan, apabila pengeluaran konsumsi rokok pada masyarakat dialihkan kepada konsumsi beras maka mereka dapat keluar dari garis kemiskinan. Hal ini karena beras mengandung kalori yang dapat dibakar menjadi energi.

Sementara itu, komoditi yang memberi sumbangan besar terhadap garis kemiskinan adalah makanan. Komoditi yang paling besar yakni beras sebesar 23,39 persen di perkotaan dan 31,61 persen di pedesaan. Sedangkan telur ayam ras menempati peringkat ketiga dengan 3,73 persen di perkotaan dan 3,27 persen di pedesaan.

Untuk komoditi bukan makanan, perumahan memberi sumbangan besar terhadap garis kemiskinan yakni sebesar 8,05 persen di perkotaan dan 6,34 persen di pedesaan.

Sedangkan listrik menyumbang sebesar 2,69 persen di masyarakat perkotaan dan 1,56 persen di masyarakat pedesaan. Peringkat ketiga penyebab kemiskinan yakni bensin yang mencapai 2,49 persen di perkotaan dan 1,99 persen di pedesaan.

Sedangkan, YLKI juga pernah menyebutkan, 70 persen perokok di Indonesia berasal dari kalangan keluarga miskin. Rumah tangga miskin menempatkan konsumsi rokok di peringkat kedua setelah beras.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement