REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pemerintah Kota Surakarta mengakui kesulitan untuk menurunkan tarif bus kota dan batik Solo trans (BST), kendati harga bahan bakar minyak (BBM) turun. Penetapan tarif angkutan tidak hanya berdasarkan harga BBM, melainkan ada sembilan komponen lainya.
Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Pemkot Surakarta Yosca Herman Sudrajat di Solo, Jawa Tengah, Senin (4/1), menjelaskan, kendati pemerintah menurunkan harga solar dari Rp 6.700 per liter menjadi Rp5.650 per liter tidak otomatis bisa dilakukan terhadap tarif bus kota dan BST.
(Baca: Harga Solar dan Premium Turun).
Dishubkominfo Kota Surakarta belum bisa melakukan penyesuain penurunan harga BBM dengan tarif bus kota maupun Batik Solo trans (BST). Ia mengatakan, penetapan tarif angkutan berdasarkan sembilan komponen. Misalnya gaji awak angkutan, harga onderdil dan komponen yang lainya.
Di sisi lain, kata Yosca, tarif BST jauh dekat saat ini Rp4.500 untuk penumpang umum dan Rp2.500 untuk pelajar, sudah disesuaikan dengan harga BBM yang fluktuatif. Jika harga BBM turunya hanya Rp800, kemungkinan besar tarif BST masih tetap.
"Ya kalau turunya hanya seratus dua ratus percuma. Dulu kita tetapkan Rp3.500 itu sudah memperhitungkan naik turunya BBM, ada batas bawah batas atas. Kita netapkan tarif itu tidak hanya berdasar harga BBM, ada sembilan komponen yang jadi acuan,"katanya.
Pemkot masih akan mengkaji penghitungan naik turun BBM dengan tarif BST dan bus kota. Dirut BST Farida Wardhatul Jannah, mengaku belum ada koordinasi pembahasan penyesuaian tarif terkait rencana turunya harga BBM. Malah pihaknya berharap tarif BST tidak diturunkan, karena operasional BSt tidak hanya berdasarkan harga BBM.
Tiap tahun upah karyawan juga menyesuaikan Upah Minimum Kota UMK, begitu pula dengan harga onderdil yang selalu bertengger kendati harga BBM turun.