Jumat 18 Dec 2015 23:27 WIB

Pengamat: Harus Ada REvisi UU MKD

Red: M Akbar
 Ketua Lingkar Madani (LIMA) Ray RAngkuti (kanan) memberikan pemaparan terkait polemik penyelenggaraan Pilkada serentak saat menggelar diskusi bersama media di Kantor ICW, Jakarta, Jumat (13/11).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ketua Lingkar Madani (LIMA) Ray RAngkuti (kanan) memberikan pemaparan terkait polemik penyelenggaraan Pilkada serentak saat menggelar diskusi bersama media di Kantor ICW, Jakarta, Jumat (13/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Ray Rangkuti mendesak adanya revisi undang-undang tentang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk memperbaiki proses persidangan etik.

"Mendesak supaya ada revisi dari undang-undang di MKD, khususnya soal komposisi dari keanggotaan MKD," kata Ray saat dihubungi di Jakarta, Jumat (18/12).

Ia beralasan perlunya revisi undang-undang tersebut berkaca dari proses sidang etik Setya Novanto yang beberapa waktu lalu diungkap kepada publik. Rangkuti mendasarkan gagasannya melihat dari penggantian anggota MKD yang dilakukan berkali-kali selama proses sidang.

Selain itu ia juga berpendapat harus ada aturan tentang cara memperlakukan pengadu, teradu, dan saksi di dalam sidang. (Baca: FPKS Duga Akbar Faizal Menyadap Rapat Tertutup MKD)

"Bagaimana saksi, pelapor, diperlakukan sebagai terdakwa. Itu efeknya bisa membuat orang takut melaporkan tindakan menyimpang anggota DPR," kata dia.

Menurut dia revisi undang-undang tersebut perlu dilakukan untuk mengubah MKD menjadi lebih bermartabat dan berwibawa.

"Kalau tidak, lelah kita. Karena semangat di MKD itu semangat melindungi orang, bukan semangat menghormati, menegakkan wibawa DPR," kata Rangkuti.

Ia juga menyinggung soal aturan yang membuat anggota DPR tidak bisa berbuat hal yang bisa menurunkan kehormatan lembaganya ketika berada di luar parlemen.

"Kita lihat yang kecil-kecil tindakan anggota DPR tidak patut. Masih ada yang mengelola acara di stasiun-stasiun televisi, masih ada yang ikut jadi juri acara lawakan di televisi, jelas itu tidak boleh. "Sebetulnya itu mengurangi wibawa mereka sebagai anggota DPR," jelas dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement