Jumat 18 Dec 2015 15:50 WIB

Basaria: Tak Ada Lagi Perebutan Kewenangan Antara KPK dan Polri

Rep: C14/ Red: Bayu Hermawan
 Salah seorang calon pimpinan KPK Brigjen Pol Basaria Panjaitan  pada sesi wawancara capim KPK di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Senin (24/8).
Salah seorang calon pimpinan KPK Brigjen Pol Basaria Panjaitan pada sesi wawancara capim KPK di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Senin (24/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terpilih, Basaria Panjaitan menghadiri sidang paripurna DPR RI, pada Jumat (18/12).

Ia hadir bersama tiga komisioner KPK terpilih lainnya, yakni Laode Muhammad, Saut Situmorang dan Alexander Marwata. Sementara Ketua KPK terpilih, Agus Rahardjo tak tampak karena diketahui sakit.

Usai sidang, Basaria menuturkan janji-janjinya sebagai unsur kepolisian di dalam tubuh KPK. Menurutnya, lembaga antikorupsi itu perlu menghadirkan perubahan yang mengutamakan sinergitas dengan dua institusi penegak hukum lainnya, Polri dan Kejaksaan Agung.

"Jadi nantinya, KPK, kepolisian, dan Kejaksaan ini dalam satu lingkaran criminal justice system. Satu sama lain saling bantu. Tak ada perebutan kewenangan," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (18/12).

"Yang penting tujuannya satu, bagaimana kita memberantas korupsi dan Indonesia bisa bersih (dari korupsi)," tegasnya.

Irjen polisi itu tidak mempersoalkan keraguan sejumlah aktivis antikorupsi terhadap kepemimpinan baru KPK periode 2015-2019.

Baginya, publik belum saatnya menilai kepemimpinan baru KPK, melainkan sebaiknya mengawasi dan mendukung. "Kita akan berusaha semaksimal mungkin berlima ini agar KPK lebih baik," katanya.

Mengenai wujud sinergitas KPK, kepolisian, dan Kejaksaan, Basaria mengaitkannya dengan Pasal 8 UU Nomor 30/2002 tentang KPK. Dalam beleid itu, KPK berkewenangan mengambil alih perkara yang mandeg di Polri dan Kejaksaan Agung.

Ia mengatakan, apabila Polri dan Kejaksaan dalam melaksanakan tugasnya mendapatkan intervensi dari pihak luar, maka akan ada gelar perkara. Sehingga, disepakati perkara yang mandeg itu diambil alih KPK.

"Demikian juga sebaliknya. Jika KPK melakukan penyelidikan, kemudian ditemukan dua alat bukti--ini ada dalam Pasal 44 KPK boleh memutuskan apakah kasus tersebut penyidikannya dilakukan oleh KPK atau diserahkan ke Kejaksaan atau Kepolisian. Jadi ini harus ada sinkronisasi dan sinergitas. Kita akan jadi satu kesatuan yang kuat ke depan," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement