REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah mengenai "pecahnya" suara para pemimpin lembaga antikorupsi tersebut terkait revisi UU KPK.
"Saya bantah mengenai pimpinan KPK mengusulkan revisi UU KPK. Semua pimpinan sampai saat ini menolak revisi itu," ujar Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa.
Pernyataan ini dikemukakan Johan di depan empat pimpinan KPK yang lain, yakni Taufieqqurachman Ruki, Zulkarnain, Adnan Pandu Praja, serta Indriyanto Seno Adji.
Hal ini juga dikemukakan untuk menepis pemberitaan mengenai Pelaksana Tugas Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrrachman Ruki yang mengatakan lima pimpinan komisi itu setuju untuk dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK itu, kata Johan.
Ia menuturkan yang sebenarnya terjadi adalah lima pimpinan KPK telah memberikan saran dan masukan terkait revisi Undang-Undang KPK, sesuai perintah dalam surat yang dikirim Presiden Joko Widodo pada akhir Oktober melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
"Jawaban kami dalam surat tersebut adalah mengenai empat hal yang berkaitan dengan kewenangan KPK serta penolakan terkait berlakunya draf revisi yang beredar," katanya.
Johan menjelaskan empat jawaban itu berisi tentang penolakan kewenangan Surat Penghentian Penyidikan (SP3), kewenangan mengajukan penyelidik dan penyidik yang tidak berasal dari kepolisian maupun kejaksaan.
Selain itu terkait pembentukan dewan pengawas serta pembatasan kewenangan penyadapan oleh KPK, tambahnya.
"Jadi, mengenai kabar seolah-olah pimpinan KPK adalah bagian dari upaya pelemahan KPK dengan menyetujui UU tersebut, itu tidak benar," tegasnya.