Ahad 06 Dec 2015 21:41 WIB

Polemik Freeport, Pengamat: Indonesia Terlalu Besar untuk Diremehkan

PT. Freeport
Foto: Musiron/Republika
PT. Freeport

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia masih terlau besar untuk diremehkan dengan ancaman arbitrasi internasional jika tidak ada kejelasan kontrak renegosiasi dengan PT Freeport Indonesia.

"Kenapa harus takut? Tidak seheboh yang ada, tidak mungkin sampai menggoyahkan negara hanya karena perusahaan. Kita bangsa yang besar dan tidak bodoh," kata pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio usai berdiskusi dalam tema 'Indonesia Tanpa Freeport' di Jakarta, Ahad (6/12).

Ia menjelaskan Presiden Joko Widodo tidak sekonyol itu membiarkan Indonesia diserang negara asing nantinya, terkait Freeport. "Bisa saja ini isu yang terlalu dibesarkan, dengan ancaman katanya Amerika siap menyerang Indonesia jika kontrak diputus, itu konyol, bukan begitu caranya," ujar dia.

Hendri menyarankan, salah satu cara paling elegan bagi presiden jika memang beranggapan Freeport merugikan bangsa adalah dengan tidak memperpanjang kontraknya pada 2020, tapi bukan memutus kontrak. Sebagai, pemimpin negara, presiden bersama pemerintah berhak membuat regulasi tentang perusahaan asing, jadi tidak ada hubugannya secara langsung dengan satu perusahaan.

"Jika tidak memperpanjang kontrak itu kan sah, lain hal kalau memutus kontrak," ucap Hendri.

Jika Indonesia terkena sanksi pada arbitrase Internasional namun memiliki tambang emas Papua, Indonesia secara hitungan materi tetap akan diuntungkan. Karena kandungan mineral tambang emas dan uranium di daerah tersebut masih tersimpan banyak.

Dalam transkrip rekaman, Presiden Direktur PTFI Maroef Sjamsuddin mengancam akan menggugat Indonesia ke badan arbitrase internasional jika pemerintah tidak kunjung memberi kejelasan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

"Pak, itu harus ada yang perlu dihitung sekarang. Waktunya tinggal enam minggu dari sekarang. Dari enam isu yang saya kasih Pak Ketua itu, waktunya tinggal enam minggu dari sekarang. Kalau itu tidak keluar, katakanlah 23 Juli nanti, tanggal 1 Juli tidak ada kepastian, maka kita akan arbitrase internasional," kata Maroef dalam transkrip percakapan bersama terduga Muhammad Reza Chalid, salah satu pengusaha di Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement