Ahad 06 Dec 2015 03:18 WIB

Pemerintah Dinilai tidak Perlu Takut Gertak Freeport

Rep: C14/ Red: Indira Rezkisari
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin memberikan keterangan saat sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/12). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin memberikan keterangan saat sidang etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/12). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Skandal dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR RI Setya Novanto menguak kembali besarnya pengaruh Freeport McMoran terhadap Indonesia. Sebab, mulai dari pengusaha hingga pejabat tinggi negara terlibat dalam kegiatan mirip meminta rente dari perpanjangan operasional korporasi tersebut di Tanah Air.

Menurut pakar energi Marwan Batubara, pemerintah harus menegaskan posisinya yang superior terhadap Freeport. Sekalipun Presiden Jokowi sendiri menghendaki kemudahan bagi investasi asing di Papua, lanjut dia, pemerintah wajib setia pada konstitusi, khususnya Pasal 33 UUD 1945. Sehingga, pertambangan menjadi demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.

"Risikonya mungkin saja ada masalah dengan Amerika. Tapi kalau rakyat memang di belakang pemerintah, termasuk di Papua kita amankan, saya kira risiko itu bisa diatasi pemerintah," ucap Marwan Batubara dalam acara diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (5/12).

Dalam perkembangannya, UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) mengamanatkan peralihan cara perusahaan pertambangan asing untuk bekerja sama dengan pemerintah Indonesia. Yakni, dari kontrak karya ke perizinan atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

(baca: DPR Minta Sudirman Said Cabut Surat untuk Bos Freeport)

Karena itu, lanjut Marwan, pemerintah lebih punya banyak posisi tawar terhadap Freeport. Pemerintah bisa saja mengajukan syarat-syarat tertentu kepada Freeport agar korporasi asal AS itu dikabulkan perizinannya untuk melanjutkan operasi di Papua, Indonesia.

Marwan bahkan memperinci contoh-contoh persyaratan. Misalnya, royalti yang diterima Indonesia nantinya harus pada kisaran 6-7 persen dan pembangunan smelter di Papua, meskipun hingga kini PT Freeport Indonesia masih mangkir.

Kemudian, syarat selanjutnya, pemerintah Indonesia menyatakan akan menguasai 51 persen saham PT Freeport Indonesia, setidaknya sejak 2021 sebagai tenggat waktu berakhirnya kontrak karya Freeport di Indonesia.

Bila Freeport McMoran enggan menuruti syarat-syarat yang diajukan, kata Marwan, pemerintah tak usah ambil pusing. Sebab, pemerintah bisa menawarkannya ke investor selain Freeport.

Bagi Marwan, tak sulit bila pemerintah Indonesia mau menguasai 51 persen saham PTFI. Sebab, harga saham PTFI belakangan ini sedang anjlok. Kemudian, Freeport sendiri pernah mengakui kepada Rizal Ramli yang kini Menko Kemaritiman, adanya kerusakan lingkungan yang mesti ia ganti. Maka dengan uang ganti rugi itu, kata Marwan, pemerintah bisa menjadikannya besaran awal untuk membeli saham PTFI.

Mekanisme pembelian saham tersebut bukan pula melalui IPO atau pelepasan saham perdana ke publik.

"Kita mau Freeport mengganti rugi kerusakan lingkungan sebesar 5 miliar dolar. Saya yakin, kalau ini benar-benar dicapai pemerintah, saham yang 51 persen itu dengan kondisi harga saham Freeport yang seperti sekarang ini, tidak perlu keluar uang kita," tegas Marwan Batubara.

"Bulan lalu diperkirakan, 10 persen (saham PTFI) itu sekitar 2 miliar dolar," lanjut dia menjelaskan terkait harga saham PTFI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement