REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- MKD sudah menggelar dua sidang terkait kasus permintaan saham Setya Novanto. Namun, belum adanya kepastian keputusan dinilai akan menghabiskan kesabaran publik yang selama ini dibuai oleh janji manis MKD.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir, mengatakan kasus pencatutan nama yang diduga dilakukan Ketua DPR RI Setya Novanto, merupakan kasus yang sudah menjadi isu publik. Untuk itu, publik yang selama ini mengamati dengan sangat dua sidang yang telah digelar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), tentu akan mencapai batas kesabaran jika belum juga ada sinyal kasus ini akan kemana.
Terlebih, lanjut Haedar, kasus MKD memiliki sejumlah aspek yang dapat membawanya ke ranah hukum, seperti dugaan tindak pidana korupsi, dugaan gratifikasi dan dugaan tindak pemerasan. Haedar menegaskan apabila MKD tidak bisa menyelesaikan kasus permintaan saham tersebut secara etik, maka publik yang semakin tidak perduli dengan keputusan MKD akan mendesak kasus itu untuk dibawa ke ranah hukum.
"Apabila gagal diselesaikan secara etik oleh MKD, publik yang semakin tidak perduli pada MKD akan mendesak kasus ini dibawa ke ranah hukum," kata Haedar kepada Republika.co.id, Sabtu (5/12).
Pada lembaga-lembaga hukum yang hendak dan dipercaya publik untuk menangani kasus Setya Novanto tersebut, ia mengingatkan jika mereka adalah sebuah lembaga yang harus menegakkan hukum secara obyektif. Karenanya dua unsur penting wajib dijadikan pedoman lembaga-lembaga hukum dalam menangani dan menyelesaikan kasus tersebut, yaitu harus mengandung unsur keadilan dan kebenaran.
Haedar menekankan publik yang selama ini mengawal dan merasa jenuh akan berlarutnya kasus tersebut, akan memberikan pengawasan yang lebih ketat lagi demi terselesaikannya kasus tersebut. Lembaga hukum yang menangani kasus itu tidak bisa lagi bermain-main apalagi bersandiwara, karena akan menjadi bumerang bagi lembaga hukum itu sendiri.