REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Kalangan ulama dari Front Pembela Islam (FPI) dan Manhajus Solihin, Purwakarta, Jawa Barat (Jabar) terus menyerang kepemimpinan Bupati Dedi Mulyadi. Kalangan ini, menuding kota yang terkenal dengan Simpingnya ini, sudah darurat akidah.
Selain itu, mereka menuding Dedi telah menyimpangkan keyakinan dan mengubah Assalamualaikum menjadi salam Sunda, Sampurasun. Tudingan ini, terposting dalam akun resmi majelis Manhajus Solihin, pimpinan Muhammad Syahid Joban.
(Baca Juga: Ridwan Kamil Minta Habib Rizieq Minta Maaf ke Masyarakat Sunda)
Menanggapi hal itu, Bupati Dedi Mulyadi, mengatakan, Purwakarta saat ini bukan darurat akidah. Melainkan, darurat air bersih saat musim kemarau. "Darurat akidah dari sebelah mana? Yang ril itu, kita darurat air bersih," ujar Dedi, kepada Republika.co.id, Jumat (4/12).
Menurut Dedi, ketimbang menanggapi permasalahan yang tidak mendasar, ia lebih berpikir bagaimana caranya untuk bisa melayani masyarakat. Terutama, dalam dua tahun sisa kepemimpinannya.
Salah satu yang mengganjal hatinya, yakni soal air bersih. Pasalnya, 12 dari 17 kecamatan yang ada, setiap musim kemarau selalu darurat air bersih. Mayoritas warganya, mengeluhkan soal tidak adanya air.
(Baca Juga: Dedi Mulyadi Jelaskan Makna dari Sampurasun),
Karena itu, pihaknya sedang berihtiar, supaya masalah ini ada solusinya. Salah satunya, dengan meminta bantuan ke Pemprov DKI, supaya mau membantu membuatkan jaringan pipanisasi dari Waduk Jatiluhur. Atau, Pemprov DKI membeli sumber mata air dan pepohonan, supaya air tersebut tidak dijual oknum ke luar daerah.
Tak hanya itu, tahun depan Pemkab Purwakarta akan mengalokasikan anggaran Rp 30 miliar. Selain itu, setiap desa juga akan menganggarkan dari dana desa untuk kepentingan air bersih ini. "Jadi, buat apa mereka memersoalkan patung, pohon di kasih kain, kereta kencana, iket kepala yang saya pakai. Tapi, masalah krisis air bersih tidak dipikirkan oleh mereka," ujar Dedi.