Rabu 02 Dec 2015 08:33 WIB

Pengamat: Tak Ada Kerelaan dari Setnov Mundur dari Jabatan

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Damanhuri Zuhri
Ketua DPR Setya Novanto
Foto: Antara/ Akbar Nugroho Gumay
Ketua DPR Setya Novanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus dugaan pencatutan nama Jokowi dan Jusuf Kalla dalam perpanjangan kontrak Freeport hendaknya membuat Ketua DPR RI Setya Novanto bersedia mundur dari jabatannya. Namun hingga kini, tampaknya tidak ada kerelaan dari Novanto untuk melepaskan kursinya.

"Novanto bukannya malah mudur mengakui kesalahan, malah menganjurkan si pelapor itu yang minta maaf," kata pengamat politik dari Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jeirry Sumampow kepada Republika.co.id, baru-baru ini.

Menurutnya, dari sisi tersebut, Novanto tidak layak secara moral menjadi Ketua DPR. "DPR adalah lembaga terhormat sehingga seharusnya diisi orang-orang yang dihormati, bukan orang yang malah mudah menggadaikan kehormatan untuk kepentingan pribadi," ujarnya.

Untuk itu sebaiknya Novanto mundur karena dinilai lebih baik untuk bangsa daripada harus terus mempertahankan posisinya.

Laporan yang dilakukan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said harus dilihat apakah memiliki efek atau laporan baik bagi kehidupan berkebangsaan atau tidak. Ini dinilainya lebih penting ketimbang harus menduga-duga motif di balik pelaporan itu.

"Saya melihat laporan ini baik, kesalahan Novanto fatal," kata Jeirry. Tindakan berkaitan soal etika yang dilakukan Novanto bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya Novanto kedapatan ikut dalam rangkaian kegiatan salah satu kandidat Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement