Senin 23 Nov 2015 09:15 WIB

Mengupas Tuntas Peristiwa 10 November (Habis)

Pementasan drama kolosal Surabaya Membara sebagai peringatan Hari Pahlawan pada 10 November.
Foto: Antara
Pementasan drama kolosal Surabaya Membara sebagai peringatan 10 November.

Dengan dalih Surabaya telah diduduki oleh perampok dan bahwa pihak Indonesia menghambat misi Sekutu, maka tentara Inggris akan memasuki Kota Surabaya dan daerah sekitarnya untuk melucuti 'gerombolan yang tidak mengenal tertib hukum'.

Gubernur Jawa Timur (Jatim), Suryo, memperingatkan Mansergh, agar tentaranya jangan mencoba masuk ke kota, karena akan berdampak buruk bagi ketentraman dan ketertiban. Tapi peringatan Gubernur Jatim itu dijawab Mansergh dengan pamflet ultimatum yang disebar dari udara.

Intinya, semua pemimpin Indonesia, termasuk pemimpin pemuda, kepala polisi dan pimpinan Radio Surabaya harus melaporkan diri di Batavia-weg mulai jam 18.00 tanggal 9 November. Mereka harus membawa senjata yang dimiliki dan meletakkannya pada jarak 100 yard dari tempat pertemuan. Selain itu, mereka harus mendekat dengan kedua tangan di atas kepala, lalu semua

akan ditangkap dan ditawan. Mereka harus menandatangani dokumen menyerah tanpa syarat.

Gubernur Suryo, melalui radio pukul 23.00, menolak dengan tegas ultimatum itu. Tidak satu pun pejuang yang muncul untuk memenuhi perintah Mansergh.

Pukul 06.00, 10 November 1945, ketika batas waktu habis, divisi tempur Inggris memasuki Kota Surabaya yang serta merta disambut perlawanan sengit dari TKR dan pejuang RI yang bersenjata senapan mesin, mortir, tank dan meriam artileri.

Thunderbolts dan Mosquitos Inggris melakukan strafing ke sasaran gedung-gedung yang dijadikan kubu pertahanan Indonesia. Inggris menguasai Surabaya setelah pertempuran sengit 'dari pintu ke pintu dan lorong ke lorong'.

Pasukan Indonesia mengundurkan diri dan membangun pusat-pusat perlawanan di luar kota. Peristiwa 10 November di Surabaya ini kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan, karena menginspirasi perlawanan di daerah lain hingga ada KMB di Den Haag (1949) yang mengakui kedaulatan Indonesia.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement