Tentu saja, semua kepercayaan terhadap Inggris akhirnya berbalik curiga, ketika pada 27 Oktober pagi, sebuah pesawat Inggris menyebarkan pamflet yang isinya menuntut rakyat menyerahkan kepada Inggris semua senjata dan peralatan militer. Yang tidak mematuhinya akan dihukum mati.
Seruan ini dikeluarkan oleh Panglima Divisi ke-23, Mayjen Hawthorn (bermarkas di Jakarta dan wewenangnya meliputi Jawa-Bali-Lombok), sehingga pihak Indonesia mencurigai keras Inggris sedang membuka pintu untuk Belanda kembali ke sini.
"Pemimpin-pemimpin RI di Surabaya memperingatkan Mallaby bahwa leaflet Hawthorn dan perbuatan yang dilakukan pasukannya mengingkari perjanjian yang telah disepakati. Mereka ingkar janji, sehingga terjadilah perlawanan rakyat," katanya. (Bersambung/tulisan kedua dari empat tulisan).