REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN — Longgarnya pengawasan terhadap peredaran rokok kretek bodong atau tanpa cukai di tengah masyarakat membuat masalah baru. Rokok kretek yang umumnya dijual dengan harga yang relatif murah ini dinilai kian diminati para pelajar.
“Justru rokok tanpa cukai ini banter (cepat laku). Pangsanya para pelajar baik siswa SMP maupun SMA,” kata Maryanti (31), penjual rokok di Leyangan, Kecamatan Ungaran Timur, Ahad (22/11).
Ia mengaku, selama ini menjual beberapa merek rokok tanpa cukai di kiosnya. Tiap bungkus rokok tanpa cukai ini dibanderol harga berkisar Rp 4.000 hingga Rp 4.500, atau dengan harga eceran Rp 1.000 mendapat tiga batang rokok atau 'seribu tiga'.
Harga yang relatif terjangkau oleh kantong pelajar ini, diakuinya cukup menarik minat anak sekolah untuk membeli, dibandingkan dengan merek rokok yang bercukai (legal) di pasaran.
“Dalam waktu sepekan saja, rokok tanpa cukai ini bisa laku lebih dari 20 bungkus. Kalau rokok legal cukai lainnya, belum tentu bisa habis sebanyak itu, dalam sepekan,” ungkapnya.
Menanggapi hal ini, Kabid Perdagangan Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Semarang, Imum mengakui masih maraknya peredaran rokok tanpa cukai tersebut.
Imum juga mengakui, pihaknya mengalami kesulitan untuk mengendalikan peredaran rokok bodong tersebut. Pengendalian itu sulit karena kesulitan untuk menelusuri distributornya serta keterbatasan anggaran dan petugas untuk melakukan penertiban produk ilegal.
Menurutnya, pola distribusi dan penjualan rokok kretek bodong ini terputus dan tidak mungkin kembali pada bulan berikutnya. Tak jarang, pemasoknya selalu berganti- ganti orang.
Akibatnya, pengawasan rokok tanpa cukai di tengah- tengah masyarakat ini tidak dapat dilakukan secara berkelanjutan. "Namun kami segera mengupayakan penertiban bersama Satpol PP dan aparat kepolisian.