Selasa 17 Nov 2015 21:19 WIB

Audit Kordamentha Hanya Bukti Awal

Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Foto: Republika/Musiron
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhitungan kerugian negara akibat pengadaan minyak oleh Petral, merupakan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah, Khairul Huda mengatakan, akuntan publik diperbolehkan melakukan audit kerugian negara jika ditunjuk BPK.

"(Akuntan publik) boleh audit kerugian negara di Petral asal perintah BPK," jelas Khairul, Selasa (17/11).

Khairul menuturkan, hasil audit yang dilakukan Kordamentha tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk mengindikasikan adanya rasuah di dalam tubuh Petral. Pasalnya, Kordamentha tidak ditunjuk untuk oleh BPK, melainkan ditunjuk oleh instansi terkait, dalam hal ini PT Pertamina (Persero).

"Iya diaudit lagi, itu hanya bukti awal, untuk menduga adanya tindak pidana korupsi," kata dia menjelaskan.

Ia berpendapat, hal itu justru bertolak belakangan dengan pernyataan Menteri ESDM, Sudirman Said. Sudirman sebelumnya mengatakan dalam laporan audit Kordamentha, ada tindakan yang dapat merugikan negara.

"Tapi sudah jelas bahwa tindakan (merugikan negara) itu bisa digeneralisasi, kalau saya baca laporannya," ucap Sudirman, di Jakarta, Ahad (15/11).

Pertama, tindakan merugikan negara dilakukan dengan cara mengambil diskon yang ditawarkan trader kepada PT Pertamina (Persero). Kedua, pihak ketiga ini meninggikan penawaran dari sejumlah trader, untuk memenangkan kepentingannya.

Bukan hanya itu, audit yang dilakukan Kordamentha juga berbanding terbalik dengan hasil audit BPK, sebagai lembaga negara yang sah. Dari hasil auidt BPK terhadap Petral periode 2012-2014, mendapat predikat 'wajar'.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement