REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Komisi I DPR menargetkan undang undang tentang penggabungan Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI) disahkan pada akhir tahun 2015.
Wakil Ketua Komisi I DPR Mayjen (Purn) Asril Hamzah Tanjung di Kendari, Rabu (4/11), mengatakan, dengan penggabungan tersebut, RRI-TVRI harus lebih baik dalam menyiarkan informasi untuk masyarakat luas.
"Semua pihak yang terlibat dalam gagasan penggabungan RRI-TVRI pasti memiliki alasan mendasar. Pastilah tujuan penggabungan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat," kata Asril.
Komisi I DPR yang melakukan kunjungan kerja di Kendari, Sulawesi Tenggara menggelar dialog dengan jajaran RRI dan TVRI setempat.
Anggota Komisi I Nurhayati Asegaf mengatakan keberpihakan negara terhadap RRI-TVRI dalam upaya mewujudkan peningkatan pelayanan publik mutlak. "Saya mencermati bahwa ada beberapa sarana tower milik TVRI dalam kondisi rusak sehingga menghambat jangkauan siaran. Ini harus menjadi perhatian pemerintah," kata Nurhayati yang juga Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR.
Ia mengapresiasi hubungan harmonis atau sinergi RRI-TVRI pada tingkat bawah sehingga saling mendukung dalam pelaksanaan tugas-tugas lembaga.
Kepala Stasiun LPP RRI Kendari Nawir Nawiu mengatakan kerja sama antara RRI-TVRI di Sultra berlangsung sejak lama sehingga memberikan pelayanan informasi dengan baik. "Kerja sama RRI-TVRI di daerah berjalan baik. Kami RRI menggunakan tower TVRI untuk menunjang pelayanan siaran. Pada prinsipnya tidak ada masalah," kata Nawir.
Anggota Komisi I DPR Andika Pandu Puragabaya menyarankan agar RRI-TVRI meningkatkan siaran konten lokal, khususnya potensi budaya, seni, pariwisata dan ekonomi. "Sebaiknya porsi siaran kearifan lokal lebih menonjol. Pangan lokal sebaiknya dipublikasikan besar-besaran untuk memicu kecintaan bagi warga setempat," kata politikus Partai Gerindra itu.